Petani dan Pengusaha Penggilingan di Jember Desak Kebijakan Soal Rafaksi Direvisi
Petani dan Pengusaha Penggilingan di Jember Desak Kebijakan Soal Rafaksi Direvisi. ????Kebijakan Badan Pengan Nasional (Bapanas) yang menghilangkan rafaksi dalam sistem jual-beli gabah berdsarkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dikecam oleh kalangan pengusaha penggilingan beras dan petani. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
![Petani dan Pengusaha Penggilingan di Jember Desak Kebijakan Soal Rafaksi Direvisi](https://beritajatim.com/wp-content/uploads/2020/09/kamil-gunawan.jpg)
Jember (beritajatim.com) – Kebijakan Badan Pengan Nasional (Bapanas) yang menghilangkan rafaksi dalam sistem jual-beli gabah berdsarkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dikecam oleh kalangan pengusaha penggilingan beras dan petani.
Rafaksi pertanian adalah kebijakan pengurangan harga gabah sesuai dengan kualitasnya yang diberlakukan karena mutu gabah yang diserahkan lebih rendah dari sampelnya atau rusak dalam pengiriman.
Kamil Gunawan, pengusaha penggilingan padi di Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengatakan, HPP terbaru untuk gabah kering panen (GKP) sebesar Rp 6.500 per kilogram dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen menguntungkan petani. “Tapi kalau tidak ada rafaksi, penggilingan tidak akan beli,” katanya, Selasa (11/2/2025).
Dihilangkannya rafaksi ini sama saja dengan tidak memperhitungkan faktor alam sebagai variabel yang mempengaruhi kualitas gabah. “Kalau musim hujan, kadar air gabah tidak mungkin 25 persen. Hampanya tidak mungkin 10 persen. Bisa jadi kadar air melebihi 25 persen dan hampa lebih dari 10 persen. Kalau musim basah, hampa lebih banyak,” kata Kamil.
Jika ini terjadi, maka pabrik penggilingan padi tidak akan mau membeli gabah petani dengan harga sesuai HPP. “Kalau hampa lebih dari 10 persen dan kadar air lebih dari 25 persen, maka rendemennya sekitar 50 kilogram beras. Kalau HPP beras dipatok Rp 12 ribu per kilo, maka cost gabah Rp 6 ribu. Penggilingan pun rugi Rp 500 per kilogram, di luar biaya operasional,” kata Kamil.
Kamil mendesak pemerintah merevisi kebijakan tersebut. “Kalau tidak direvisi, penggilingan tidak akan beli dengan harga yang dipatok pemerintah karena terlalu mahal,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Perkumpulan Petani Pangan Indonesia Jumantoro mengingatkan pemerintah, bahwa pengusaha swasta masih menggunakan sistem rafaksi saat membeli gabah petani karena tak imgin rugi.
Padahal, menurut Jumantoro, tidak semua gudang Bulog memiliki mesin pengering gabah. “Kemampuan penyerapan gabah petani oleh Bulog mungkin hanya 10-20 persen dari total hasil produksi petani. Sisanya swasta yang beli, sehingga tentunya peran swasta sangat dominan,” katanya. [wir]