Polri ungkap 4 kasus penyelundupan barang ilegal

Direktorat Tindak Pidana Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap empat kasus penyelundupan barang ilegal ...

Polri ungkap 4 kasus penyelundupan barang ilegal
… nilai total kerugian negara karena tindak pidana ini mencapai Rp64 miliar

Jakarta (ANTARA) - Direktorat Tindak Pidana Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap empat kasus penyelundupan barang ilegal dalam kurun waktu November 2024—Januari 2025.

“Selama kurun waktu empat bulan terakhir ini, Tipideksus melalui Satgas Pengawasan Importasi Ilegal berhasil melakukan pengungkapan di wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat dengan nilai barang kurang lebih Rp51 miliar dengan nilai total kerugian negara karena tindak pidana ini mencapai Rp64 miliar,” kata Dirtipideksus Brigjen Pol. Helfi Assegaf dalam konferensi pers di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Selasa.

Kasus pertama yang dipaparkan adalah penyelundupan tali kawat baja oleh PT NRS yang berlokasi di Cikarang Selatan, Bekasi, Jawa Barat.

Dijelaskan oleh Brigjen Pol. Helfi bahwa modus operandi yang digunakan dalam kejahatan ini adalah PT NRS mengimpor tali kawat baja dari Korea Selatan, Portugal, India, dan Singapura serta melakukan pembelian dari beberapa perusahaan dalam negeri dengan mengganti nomor pos tarif atau kode harmonized system (HS) pada dokumen pemberitahuan impor barang (PIB).

“Dari yang seharusnya tali kawat baja menjadi batang kecil untuk menghindari pendaftaran barang wajib SNI dan tidak melakukan pembayaran biaya masuk PPh, PPN, dan DM dengan nilai barang sebesar Rp16,982 miliar yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp21,56 miliar,” ucapnya.

Dalam kasus ini, kata dia, RH selaku Direktur Utama PT NRS ditetapkan sebagai tersangka. Adapun barang bukti yang disita adalah 45 gulung kawat baja berdiameter 25 milimeter–45 milimeter.

Baca juga:

Selanjutnya, kasus kedua yang berhasil diungkap adalah penyelundupan rokok di pergudangan penyimpanan rokok di Kampung Parung, Serang, Banten.

Ia mengatakan, modus operandi yang dilakukan pelaku adalah produsen menempelkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai tidak sesuai dengan peruntukannya.

“Pita tanda pelunasan sigaret kretek tangan (SKT) dengan isi 10 batang atau 12 batang, ditempelkan pada sigaret kretek mesin dengan isi 20 batang. Rokok-rokok yang ditemukan di lokasi pergudangan dijual ke masyarakat seolah-olah pita cukainya sudah dilunasi dan seolah-olah rokok yang diedarkan atau dilekatkan pita cukai adalah legal,” ucapnya.

Pada proses penjualannya, kata dia, sopir ataupun sales berkeliling menawarkan produk tersebut pada toko-toko kecil di Provinsi Banten maupun daerah sekitarnya.

Nilai barang yang ditemukan senilai Rp13,160 miliar dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp26,280 miliar. Barang bukti yang disita yaitu sebanyak 511.648 bungkus rokok dengan berbagai merek.

Berikutnya, kasus ketiga yang diungkap adalah penyelundupan barang elektronik yang berlokasi di sebuah komplek pergudangan di Cikupa, Tangerang, Banten.

Brigjen Pol. Helfi mengungkapkan, penyelundupan itu dilakukan oleh PT GIA. Dalam melakukan aksinya, PT GIA menyewa tempat pada PT II sebagai tempat produksi dan perdagangan elektronik yang tidak memiliki standar sertifikasi SNI.

“Kemudian, dilakukan pengecekan dan kami bisa mendapatkan barang bukti berupa smart TV, digital TV, mesin cuci, setrika listrik, LED TV, speaker, TV rekondisi, remot TV, dan lain-lain. PT GIA menawarkan produk melalui media daring atau e-commerce seperti Shopee dan TikTok,” ujarnya.

Barang bukti kasus penyelundupan ilegal ditunjukkan dalam konferensi pers di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Selasa (4/2/2025). (ANTARA/HO-Divisi Humas Polri)

Barang bukti yang diamankan sebanyak 2.406 elektronik tanpa SNI. Penjualan dilakukan di media sosial dengan total nilai barang Rp18 miliar dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp5,617 miliar.

Baca juga:

Terakhir, kasus yang berhasil diungkap adalah penyelundupan suku cadang kendaraan palsu yang berlokasi di toko SA dan gudang di Karanganyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat, sebuah gudang di Komplek Karanganyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat, dan sebuah percetakan di Kalideres, Jakarta Barat.

Diungkapkan oleh jenderal bintang satu tersebut, modus dalam kasus ini adalah seorang warga negara China berinisial VV (30) mendatangi toko SA untuk menawari barang-barang suku cadang sesuai dengan daftar yang ia tawarkan.

Kemudian, pemesan membuat kesepakatan dan dibuat surat pesanan. Dikomunikasikan pula terkait teknis pembayaran maupun pengiriman.

“Pembayaran dibayar tunai langsung di tempat. Kemudian, toko SA hanya tahu dia barang sampai ke gudang. Mereka tidak tahu proses pengiriman dari China ke Indonesia, tapi barang tiba-tiba sudah sampai di gudang,” ujarnya mengungkapkan.

Dari hasil penyelidikan Dittipideksus, kata dia, VV datang ke Jakarta hampir setiap tiga bulan sekali.

Sejumlah barang bukti yang disita antara lain 1.396 dus kampas rem berbagai merek, di antaranya Toyota, Honda, dan Daihatsu, tiga mesin potong, empat mesin cetak, satu mesin lem pres, dan satu mesin jahit.

“Dari tindak pidana tersebut, nilai barang yang kita bisa sita, yaitu Rp3 miliar yang mengakibatkan kerugian negara Rp10,8 miliar,” ucapnya.

Pemilik toko SA yang berinisial KJ (48) kini ditetapkan sebagai pihak terlapor. Adapun VV saat ini masih dalam tahap profiling oleh kepolisian dan imigrasi.

“Kami sudah beberapa bulan pelacakan dan kita akan koordinasi terus dengan Dirjen Imigrasi untuk profiling yang bersangkutan,” ucapnya.

Para tersangka dalam keempat kasus tersebut terancam pasal berlapis dengan ancaman pidana penjara dan denda.

Pada akhir paparannya, Brigjen Pol. Helfi mengimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati dalam melakukan pembelian barang-barang yang tidak memiliki SNI karena berisiko bahaya bagi pengguna.

“Dipastikan bahwa mereka melakukan itu secara masif bersama-sama dan perlu kewaspadaan kita semua,” ujarnya.

Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025