Saat Surabaya Menjawab Seruan Greta Thunberg

Saat Surabaya Menjawab Seruan Greta Thunberg. ????Greta Thunberg, kini berusia 22 tahun, dikenal sebagai remaja pemberani yang bersuara lantang tentang perubahan iklim. Dalam usia 15 tahun, pada Agustus 2018, dia memulai gerakan membolos sekolah saban Jumat, Skolstrejk för klimatet (mogok sekolah untuk iklim), sebagai bentuk desakan agar semua orang berbuat nyata menyelamatkan Bumi. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Saat Surabaya Menjawab Seruan Greta Thunberg

Saat Greta Thunberg menumpahkan kemarahannya kepada para pemimpin dunia, 90 persen es di kutub utara sudah mencair. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, polusi udara dan polusi rumah tangga menyebabkan 6,7 juta kematian dini setiap tahunnya. Banjir terjadi di mana-mana. Api menghabiskan sebagian hutan belantara. Perairan tercemar di mana-mana.

Greta Thunberg, kini berusia 22 tahun, dikenal sebagai remaja pemberani yang bersuara lantang tentang perubahan iklim. Dalam usia 15 tahun, pada Agustus 2018, dia memulai gerakan membolos sekolah saban Jumat, Skolstrejk för klimatet (mogok sekolah untuk iklim), sebagai bentuk desakan agar semua orang berbuat nyata menyelamatkan Bumi. Gerakan itu meluas, dikenal sebagai ”Fridays for Future”, diikuti 14 juta orang di 750 kota di seluruh dunia. Greta membolos tiap hari Jumat selama 251 pekan, mengakhirinya pada 2023 karena telah lulus SMA.

”Semakin besar jejak karbon Anda, semakin besar kewajiban moral Anda…Saya ingin Anda merasakan ketakutan yang saya rasakan setiap hari. Lalu, saya ingin Anda bertindak.
Saya ingin Anda bertindak seolah-olah rumah kita sedang terbakar,” kata Thunberg, mendesak semua orang bergegas memberi respons nyata ihwal perubahan iklim.

Thunberg bosan dengan pidato dan semua basa-basi repetitif yang dilontarkan para pemimpin dunia: tentang bumi untuk generasi mendatang, tentang perlunya keberlanjutan lingkungan, dan kalimat-kalimat yang terdengar nyaring seperti keluar dari tong kosong. Greta Thunberg, dan kita semua, tak butuh pernyataan formal yang meninabobokan bahwa semua akan bisa diatasi. Padahal, Bumi sedang tidak baik-baik saja.

Dan di Surabaya, kota berjarak 10.000 kilometer penerbangan dari Swedia, seruan Greta Thunberg bak gayung bersambut. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menggelar program pelibatan pelajar untuk bertindak nyata menjaga lingkungan. Total melibatkan ribuan lembaga pendidikan: PAUD, TK, SD, SMP, hingga pesantren. Bahkan ada pula seleksi terhadap guru-guru pro-lingkungan. Penghargaan diberikan ke para pelajar dan guru dengan kiprah menonjol. Ada ”eco school”, ”eco pesantren”, ”pangeran dan puteri lingkungan”, dan sebagainya. Saya bersyukur diundang menyaksikan program keren yang digarap Dinas Lingkungan Hidup itu.

Kita bersyukur Surabaya memiliki pemimpin yang memiliki kesadaran perubahan iklim—tentu itu tidak cukup, harus didukung semua pihak. ”Perubahan iklim di depan mata. Tahun 2024, rata-rata suhu dunia tercatat yang terpanas, sudah lebih dari 1,5 derajat celcius dibanding masa pra-industri,” ujar Eri Cahyadi di depan ratusan pelajar dan guru, Selasa (21/1/2025).

Respons terhadap perubahan iklim harus diawali dari keteladanan. Tidak bisa tidak. Saya kagum dengan bocah-bocah Surabaya di ajang tersebut. Ada adik Iqbal Fajar, yang memulai pengembangan kelor (Moringa oleifera) sejak kelas V SD hingga kini kelas IX SMP. Ada ribuan kelor ditanam di lingkungan rumahnya, juga di beberapa kampung dan sekolah. Hasilnya dia bikin untuk minuman teh.

Ada adik Dimas AW. Dia membudidayakan aloe vera. Total ribuan tanaman. Hasilnya diolah menjadi puding, teh, sabun, dan sampo. Dan masih banyak lainnya. Karena untuk menjadi finalis, para pelajar tersebut harus membudidayakan atau menanam minimal 1.000 tanaman.

Wali Kota Eri Cahyadi berdecak kagum. Dia ingin melipatgandakan semangat para pelajar itu ke seluruh lapisan warga. Perbanyak menanam. Caranya pun tidak harus membeli bibit. ”Banyak sekali metode atau teknik memperbanyak tanaman, seperti stek batang, cangkok, dan sebagainya,” kata Eri Cahyadi.

Dan di Surabaya, semua tindakan itu seperti langkah kecil yang mengawali harapan besar untuk membuat alam lebih baik. Surabaya termasuk kota dengan kualitas udara tebersih di Indonesia berdasarkan indeks kualitas udara. Kota ini juga memiliki satu-satunya kebun raya mangrove di Indonesia, seluas 34 hektare, diresmikan pada 26 Juli 2023 oleh Ketua Yayasan Kebun Raya Indonesia sekaligus presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, didampingi Eri Cahyadi.

Surabaya juga diganjar penghargaan Adipura Kencana untuk kategori kota metropolitan pada 2024, karena kebersihan lingkungannya. Tentu saja, ini bukan sukses kerja pemerintah kota semata, namun juga hasil dari kesadaran kolektif warga.

Kesadaran kolektif ini tidak tumbuh dalam semalam. Tidak dibangun dalam sepekan. Tidak kokoh dalam sebulan. Tidak menyesap sebagai kultur hanya dalam setahun. Ini adalah bagian dari proses panjang. Dan salah satu yang membentuk kesadaran itu adalah program-program semacam eco school dan sejenisnya.

Pelibatan pelajar menunjukkan bahwa nilai-nilai (values) sebuah program pada akhirnya menjadi landasan keberlanjutannya. Saya membayangkan mata Greta Thunberg akan berbinar bahagia melihat anak-anak seusianya di Surabaya telah menanam pohon dan berbicara tentang hal-hal baik bersama untuk menyelamatkan Bumi.

Seperti kata Thunberg, ”Tidak ada yang terlalu kecil, terlalu muda, untuk membuat sebuah perbedaan.” [wir]

Eri Irawan, anggota DPRD Surabaya