Tarif Air Bersih Naik 71 Persen Lebih, Francine Widjojo Surati Pj Gubernur Jakarta
Francine selama ini kerap menyuarakan penundaan kenaikan tarif PAM Jaya yang rencananya mulai berlaku Februari 2025.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), telah mengirimkan surat kepada Pj. Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi untuk menunda dan meneliti kembali rencana kenaikan air PAM Jaya.
“Surat ini saya kirimkan setelah menerima aduan masyarakat dari Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun lndonesia,” ujar Francine dalam keterangannya, Selasa (21/1/2025).
Baca juga:
Sebelumnya, warga DKI Jakarta yang tergabung dalam Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun lndonesia (P3RSI) mengeluhkan kenaikan PAM Jaya hingga 71,3 persen untuk pelanggan di apartemen yang masuk ke kelompok pelanggan K III. Kenaikan yang tinggi ini akan membebani Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) dan dinilai sangat memberatkan warga penghuni apartemen.
Francine selama ini kerap menyuarakan penundaan kenaikan tarif PAM Jaya yang rencananya mulai berlaku Februari 2025.
Baca juga:
Selain akan membebani warga Jakarta, Francine menilai kenaikan ini tidak memiliki dasar yang kuat karena Keputusan Gubernur Nomor 730 Tahun 2024 yang dijadikan acuan hanya mengatur kenaikan air minum, sementara PAM Jaya baru memberikan layanan kepada masyarakat.
Dalam surat yang disampaikan kepada Pj. Gubernur DKI Jakarta, Francine menyampaikan temuan adanya surat edaran dari Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya (PAM Jaya) nomor e-35820/TU.01.04 tanggal 3 Desember 2024 perihal Penerapan Tarif Baru Layanan Air Bersih.
“Edaran ini tidak berlandaskan hukum karena muatan surat tersebut menyatakan bahwa PAM Jaya akan menerapkan baru layanan , dan bukan air minum kepada pelanggan PAM Jaya seperti Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024,” tegas Francine.
Masih menurut Francine, jika PAM Jaya akan menerapkan kenaikan , maka diperlukan landasan hukum peraturan perundang-undangan tentang alih-alih menggunakan aturan untuk layanan air minum.
“Selayaknya tentu lebih murah dibandingkan air minum,” ujarnya.
Pada pertemuan dengan P3RSl, warga meminta agar kenaikan PAM Jaya ditunda.
Selain itu, warga juga menyampaikan permohonan untuk mengubah jenis air minum pelanggan apartemen dari kelompok K III menjadi kelompok K II yang diterapkan untuk pelanggan rumah susun.
Francine menegaskan, kenaikan yang dikenakan pada penghuni apartemen tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 37 Tahun 2024 tentang Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum.
“Jika mengikuti ketentuan yang menggunakan Upah Minimum Provinsi sebagai acuan, tarif batas atas air minum PAM Jaya tidak boleh lebih dari Rp20.269,52 per meter kubik,” kata Francine.
Baca juga:
Karena itu, Francine menyampaikan bahwa air minum kelompok K III untuk apartemen, kondominium, gedung bertingkat tinggi, niaga/industri besar, serta pelabuhan laut dan udara yang mencapai Rp 21.500/m3 dan Rp 23.000/m3 melebihi ketentuan.
Pengelompokan apartemen dan kondominium yang merupakan hunian seharusnya masuk sebagai rumah susun dalam K II, bukan kelompok K III yang mendukung kegiatan perekonomian.
Francine juga mengingatkan, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang terakhir diubah dengan UU Cipta Kerja, tidak diatur ketentuan tentang apartemen maupun kondominium yang digunakan dalam kategorisasi air PAM Jaya. “Dalam dua undang-undang tersebut hanya ada kategori rumah susun,” kata Francine.
Kepada Pj. Gubernur DKI Jakarta, Francine juga mengusulkan agar Non-Revenue Water (NRW) PAM Jaya dapat dijadikan indikator dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi DKl Jakarta.
“Jika dijadikan indikator, pelaksanaan pengurangan NRW pipa-pipa di rumah susun juga dapat turut dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja Perangkat Daerah di Jakarta,” pungkas Francine. (Eko Sutriyanto)