Temuan HGB 656 Hektare di Atas Laut Surabaya, DPRD Sebut Potensi Rusak Tatanan Ruang Pesisir
Temuan HGB 656 Hektare di Atas Laut Surabaya, DPRD Sebut Potensi Rusak Tatanan Ruang Pesisir. ????Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan angkat bicara terkait temuan mengejutkan munculnya status Hak Guna Bangunan (HGB) yang berada di atas perairan laut Surabaya. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Surabaya (beritajatim.com) – Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan angkat bicara terkait temuan mengejutkan munculnya status Hak Guna Bangunan (HGB) yang berada di atas perairan laut Surabaya. Eri menilai keberadaan HGB di atas laut ini berpotensi merusak tatanan ruang pesisir.
“Pemerintah Kota Surabaya perlu segera berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Pemprov Jawa Timur untuk menyelesaikan persoalan ini. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penggunaan lahan di wilayah pesisir tetap sesuai aturan dan berorientasi pada keberlanjutan,” ujar Eri, Senin (20/1/2025).
Data dari media sosial X, melalui akun @thanthowy, mengungkap keberadaan area HGB seluas 656 hektare di kawasan perairan timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar, Surabaya. Informasi tersebut merujuk pada situs resmi bhumi.atrbpn.go.id dengan tiga koordinat yang tercatat. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran publik mengenai dampaknya terhadap kelestarian lingkungan pesisir.
Eri menegaskan bahwa meski berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 pengelolaan wilayah laut menjadi kewenangan Pemprov Jawa Timur, Pemkot Surabaya tetap memiliki peran strategis.
“Kami mendorong Pemkot Surabaya untuk terus bersinergi dalam melakukan penataan wilayah pesisir dan laut, dengan menitikberatkan pada pembangunan berkelanjutan. Hal ini juga harus memprioritaskan keberlanjutan ekonomi masyarakat nelayan yang tinggal di kawasan pesisir,” jelasnya.
Politisi PDIP ini menyarankan penerapan prinsip green economy dan blue economy dalam pengembangan kawasan pesisir. Langkah ini mencakup perlindungan ekosistem mangrove di kawasan Pamurbaya untuk mengurangi risiko abrasi, melindungi biota laut, sekaligus mendukung budidaya tambak.
“Green economy dapat menjadi solusi untuk menjaga ekosistem pesisir sekaligus mengurangi dampak lingkungan. Di sisi lain, blue economy harus diterapkan dengan pengelolaan terpadu antara kawasan wisata bahari, permukiman nelayan, dan pelabuhan,” tambah Eri.
Dia juga meminta agar perhatian terhadap permukiman nelayan diperkuat dengan peningkatan kualitas lingkungan dan fasilitas pengolahan hasil laut, seperti yang sudah mulai dilakukan di Bulak.
“Penataan pesisir harus memberikan manfaat ekologis sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, bukan malah menambah kerusakan lingkungan,” tutup Eri.[asg/ted]