BI Bali tekankan perlu antisipasi distribusi elpiji 3kg cegah inflasi
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali menekankan, pola distribusi elpiji subsidi ukuran tiga kilogram ...
Kebijakan distribusi elpiji 3 kg perlu diantisipasi lebih lanjut untuk memitigasi kenaikan harga di tingkat konsumen
Denpasar (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali menekankan, pola distribusi elpiji subsidi ukuran tiga kilogram mendatang perlu diantisipasi untuk mencegah potensi terjadinya inflasi.
“Kebijakan distribusi elpiji 3 kg perlu diantisipasi lebih lanjut untuk memitigasi kenaikan harga di tingkat konsumen,” kata Kepala Perwakilan BI Bali Erwin Soeriadimadja di Denpasar, Bali, Rabu.
Menurut Erwin, pihaknya akan memperkuat sinergi dengan seluruh kabupaten/kota di Bali untuk mengimplementasikan strategi 4K dalam pengendalian inflasi salah satunya ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan mulai 1 Februari 2025 penjualan liquefied petroleum gas (LPG) subsidi ukuran tiga kilogram hanya sampai di pangkalan dan tidak ada lagi di tingkat pengecer.
Pasalnya, harga di tingkat pengecer harganya melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah daerah.
Provinsi Bali misalnya menetapkan HET LPG melon itu sebesar Rp18 ribu per tabung.
Namun realisasi di tingkat pengecer mencapai hingga kisaran Rp22 ribu-23 ribu.
Meski begitu, setelah adanya perubahan pola distribusi hanya berhenti di pangkalan resmi, memberi dampak kepada konsumen di antaranya terjadinya antrean panjang dan ketersediaan minim yang terjadi di sejumlah titik di tanah air.
Bahkan harganya di tingkat pengecer atau warung salah satunya di Batubulan, Kabupaten Gianyar mencapai Rp25 ribu saat perubahan pola itu terjadi.
Presiden Prabowo Subianto kemudian membatalkan kebijakan itu dan mengembalikan distribusi LPG tiga kilogram dapat dilaksanakan kembali per Selasa (4/2) di tingkat pengecer, sembari secara beriringan rencananya pengecer juga akan dijadikan sebagai subpangkalan resmi.
Di sisi lain, BI Bali juga mencermati beberapa risiko inflasi yang perlu diwaspadai mendatang seperti gangguan cuaca yang berpotensi menyebabkan penyakit ternak dan tanaman serta menghambat distribusi pangan.
Kemudian, kenaikan harga bensin non subsidi berpotensi mendorong kenaikan tarif angkutan darat dan harga minyak goreng serta emas perhiasan juga berpotensi meningkat seiring dengan kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) dan emas global.
“Kami mengajak seluruh TPID untuk bersama-sama menjaga stabilitas harga melalui peningkatan produktivitas pertanian serta efisiensi rantai pasok,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, pada Januari 2025 secara bulanan di Pulau Dewata mengalami deflasi sebesar minus 0,02 persen, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi 0,31 persen.
Secara tahunan, inflasi di Bali mencapai 2,34 persen selama 2024 atau masih berada dalam rentang sasaran.
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2025