CHED-ITB AD bahas industri tembakau lewat buku "Drakula Ekonomi"

Center of Human Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (CHED ITB-AD) bersama Muhammadiyah ...

CHED-ITB AD bahas industri tembakau lewat buku

Jakarta (ANTARA) - Center of Human Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (CHED ITB-AD) bersama Muhammadiyah Tobaco Control Network (MTCN) membahas serba-serbi industri tembakau melalui buku berjudul "Drakula Ekonomi: Telaah Antropologis dan Sosial Ekonomi Industri Tembakau".

Beberapa topik selain industri tembakau turut dibahas dalam buku yang terdiri atas enam bab ini, termasuk di antaranya terkait asal-muasal kebiasaan merokok yang kerap dilabeli sebagai sebuah budaya di Indonesia.

"Asia Tenggara yang pertama mengenal budaya rokok dan tembakau itu adalah Filipina, karena dibawa oleh Spanyol. Belakangan, Indonesia itu karena dibawa oleh Belanda, jadi merokok itu sebenarnya kultur Eropa, itu bukan kultur Indonesia, bukan budaya Indonesia," kata penulis buku tersebut, Mukhaer Pakkanna dalam kegiatan peluncuran bukunya di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat.

Mukhaer yang juga merupakan peneliti senior di CHED ITB-AD menekankan tembakau yang kerap dianggap sebagai kearifan lokal merupakan salah kaprah. Ia menjelaskan tanaman tembakau sejatinya merupakan komoditas andalan yang dibawa oleh Belanda melalui VOC untuk ditanam di Indonesia.

Mukhaer dalam bukunya juga menyoroti nasib para petani tembakau di Indonesia, yang menurutnya hingga kini masih kurang sejahtera, meskipun para pemilik bisnis tembakau merupakan bagian dari golongan konglomerat terkaya di Indonesia.

"Yang saya pernah menghitung itu hanya Rp500 ribu paling tinggi, padahal kan terlibat juga. Sementara, industrinya dapat tinggi labanya," ujarnya.

"Hanya Indonesia, yang orang terkayanya berbasis bisnis tembakau. Sementara, di sebagian besar negara lain orang terkayanya berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi," lanjutnya.

Selanjutnya, Mukhaer juga membahas terkait generasi muda Indonesia yang kerap menjadi objek eksploitasi, salah satunya melalui iklan-iklan yang menggambarkan produk tembakau sebagai petualangan, sehingga hal ini memberikan kesan bahwa produk tembakau merupakan salah satu jalan mencari jati diri.

Kemudian, ia juga membahas terkait pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai penyakit masyarakat yang dipicu oleh produk tembakau, yang hasilnya tak sebanding dengan cukai yang didapat.

"Semoga buku ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, khususnya dalam rangka pengembangan khazanah keilmuan, dan menggerakkan pengendalian tembakau di Tanah Air," ucap Mukhaer Pakkanna.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Amich Alhumami mengapresiasi seluruh pihak yang terlibat dalam kepenulisan buku ini.

Menurutnya saat ini penurunan angka prevalensi merokok menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi bersama, di mana hal ini juga menjadi perhatian pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

"Inilah yang menjadi isu penting bagi kami di Bappenas, dan rokok/tembakau tetap menjadi bagian dari kebijakan publik, yang ukurannya adalah upaya menurunkan konsumsi rokok/tembakau melalui berbagai macam instrumen kendali seperti cukai," tutur Amich Alhumami.

Baca juga:

Baca juga:

Baca juga:

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025