Dermatolog Sarankan Edukasi soal Kusta di Sekolah untuk Patahkan Stigma

Selain perlunya edukasi di lingkungan sekolah, stigma terhadap kusta juga perlu dipatahkan di lingkungan sekitar tempat tinggal dan pekerjaan pasien.

Dermatolog Sarankan Edukasi soal Kusta di Sekolah untuk Patahkan Stigma

TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis dermatologi, venerologi, dan estetika subspesialis dermatologi tropis di RSCM Kencana Jakarta, Prof. Dr. dr. Sri Linuwih Menaldi Sp.D.V.E Subsp. D.T, mengatakan meningkatkan kesadaran tentang penyakit kusta perlu dikembangkan di lingkungan sekolah di luar kedokteran agar stigma tentang bisa dipatahkan.

“Kalau di luar pendidikan kedokteran, itu ada. Mereka bisa masuk ke UKS, Usaha Kesehatan Sekolah, untuk yang mungkin siswa SD, SMP barangkali, dan banyak cara kita bisa memberikan . Edukasi itu macam-macam kalau untuk anak SD,” kata Sri dalam diskusi daring tentang kusta, Kamis, 6 Februari 2025.

Ia mengatakan salah satu cara mengedukasi tentang kusta yang mudah diterima anak di jenjang sekolah dasar adalah dengan komik yang menceritakan bagaimana mengenal kusta. Dari pengenalan melalui buku seperti komik anak bisa memahami dan menerima bahwa kusta ada di sekitar dan menurunkan stigma penderita kusta.

“Jadi, penting sekali untuk menyadarkan masyarakat bahwa kusta itu memang masih menjadi beban, ada di sekitar kita. Tapi kita juga memberi kesadaran pada anak-anak ini justru empati,” ujarnya.

Pasien mengucilkan diri
Stigma terhadap pasien kusta yang sering disebut penyakit kutukan juga berpengaruh pada kualitas hidup pasien yang sedang menjalani pengobatan. Selain ranah masyarakat sekitar, kampanye digital melalui media sosial juga perlu untuk membantu menurunkan stigma tentang kusta.

Sri mengatakan justru media sosial perlu digunakan untuk menyebarluaskan edukasi tentang penyakit kusta pada masyarakat luas terkait pengobatan, kewaspadaan, dan informasi penting lain. Ia berharap masyarakat menggunakan gawainya untuk mengakses media sosial dan dapat berkontribusi membantu menyelesaikan masalah pengelolaan kusta hingga kelak mencapai eliminasi. 

Selain perlunya edukasi di lingkungan sekolah, stigma terhadap pasien kusta juga perlu dipatahkan di lingkungan sekitar tempat tinggal dan pekerjaan pasien. Dengan kolaborasi masyarakat sekitar dan dibantu tokoh masyarakat atau tokoh agama yang berpengaruh diharapkan dapat menanggulangi pasien yang mengucilkan diri di lingkungan akibat sehingga stigma semakin berkurang.

“Bukan hanya dari masyarakat luas, bahkan pasien sendiri atau keluarganya mengucilkan diri. Jadi, tidak bisa kontak dengan yang lain. Untuk menyelesaikan masalah ini kita membutuhkan sektor lain. Contohnya, masyarakat yang paling kecil saja, RT-RW,” paparnya.