Guru Besar FKUI Sebut Kesehatan Mata Masih Jadi Tantangan di Indonesia

Guru Besar FKUI menyebut kesehatan mata berperan penting dalam produktivitas dan ekonomi nasional namun masih menjadi tantangan besar di Indonesia.

Guru Besar FKUI Sebut Kesehatan Mata Masih Jadi Tantangan di Indonesia

TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Yunia Irawati SpM (K) menjelaskan masalah masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Data International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) 2020 menunjukkan sekitar 35 juta orang mengalami kehilangan penglihatan, 3,7 juta di antaranya buta. 

“Kesehatan mata berperan penting dalam produktivitas dan ekonomi nasional. Salah satu pendekatan utama dalam menangani masalah ini adalah melalui bedah okuloplastik rekonstruksi yang mencakup berbagai aspek seperti kelopak mata, eyelid dan adneksa, termasuk di dalamnya bedah estetika , filler, dan rejuvenation, tulang orbita, rongga mata, socket, hingga sistem ekskresi lakrimal,” kata Ira -- sapaannya -- di Depok, Jumat, 7 Desember 2025.

Survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) 2014-2016 mencatat prevalensi kebutaan mencapai 3 persen dengan katarak sebagai penyebab utama, serta adanya kelainan kelopak mata seperti lagoftalmos, entropion, ektropion, dan ptosis yang dapat berdampak serius pada dan kualitas hidup.

Inovasi teknologi seperti teknik bedah mininal invasif dan endoskopi telah terbukti meningkatkan akurasi diagnostik dan intervensi akurat sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien. Namun tantangan masih ada, terutama terkait persepsi yang salah. Banyak yang mengira rekonstruksi okuloplastik hanya terkait bidang estetika, padahal cakupnya jauh lebih luas, termasuk pemulihan fungsi vital jaringan yang rusak.

Solusi optimal bagi pasien
Ira juga mengatakan sebagai bagian dari Tridharma Perguruan Tinggi, ia meneliti lagoftalmos akibat lepra selama pendidikan doktoralnya. Indonesia memiliki kasus baru lepra tertinggi di Asia Tenggara dengan komplikasi mata seperti madarosis, dakriosistitis, entropion, ektropion, dan lagoftalmos akibat paralisis nervus fasialis. 

Penanganannya perlu pendekatan holistik, mulai dari pelumas, lid tapping, hingga prosedur rekonstruksi okuloplastik seperti tarsorafi atau gold weight implant. Ira juga melakukan penelitian terhadap peningkatan penanganan lagiftlamod melalui randomized controlled trial (RCT), membandingkan Teknik Modifikasi Tarsorafi (Teknik Yunia) dan teknik gold weight implant.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi optimal bagi pasien, khususnya di wilayah dengan akses terbatas ke layanan subspesialis, sejalan dengan keyakinannya bahwa kemajuan ilmu dan teknologi harus mendukung pemerataan layanan kesehatan. Ira tidak hanya meneliti tetapi juga mengimplementasikan penelitiannya melalui program KATAMATAKU UI, yang sejak 2018 mendukung penanganan lepra secara holistik dalam kesehatan, antistigma, dan agroekonomi.

Program ini menjangkau wilayah endemik, melatih tenaga kesehatan, serta berkontribusi dalam advokasi kebijakan, termasuk penerbitan Policy Brief di Ambon (2023). Mendukung target eliminasi lepra 2030, KATAMATAKU UI, juga melalui KATAMATAKU Alumni, berperan dalam pendidikan mahasiswa lewat program MBKM – Elective Posting.

Ira juga mengatakan sebagai akademisi dan anggota masyarakat harus peka terhadap masalah kesehatan dan pendidikan di sekitar yang menjadi langkah awal untuk mendorong inovasi dan solusi melalui kolaborasi lintas disiplin dan sektor.