Januari 2025 Alami Deflasi 0,76 Persen, Diskon Tarif Listrik Jadi Faktor Utama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi deflasi sebesar 0,76 persen pada Januari 2025 secara bulanan (month-to-month), dengan faktor utama penurunan tarif listrik. Tarif listrik mengalami deflasi sebesar...

Januari 2025 Alami Deflasi 0,76 Persen, Diskon Tarif Listrik Jadi Faktor Utama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi sebesar 0,76 persen pada Januari 2025 secara bulanan (month-to-month), dengan faktor utama penurunan tarif listrik. Tarif listrik mengalami deflasi sebesar 32,03 persen, memberikan andil deflasi sebesar 1,47 persen.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, deflasi ini disebabkan oleh kebijakan diskon 50 persen bagi pelanggan dengan daya hingga 2.200 VA selama Januari 2025. Diskon ini diberikan pemerintah sebagai bagian dari stimulus ekonomi dan langsung berdampak signifikan terhadap perhitungan inflasi.

BPS mencatat ini sesuai dengan panduan Consumer Price Index Manual, yang menjadi acuan global dalam penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). Diskon tetap dihitung dalam karena kualitas layanan listrik tidak berubah, sementara harga yang lebih rendah tersedia untuk banyak pelanggan.

“Artinya, diskon itu dicatat dalam perhitungan inflasi jika kualitas barang atau jasa tetap sama dengan kondisi normal dan harga diskon bisa didapatkan oleh banyak orang. Dengan demikian, diskon tarif listrik sebesar 50 persen juga tercatat dalam perhitungan inflasi yang dilakukan oleh BPS," ujar Amalia dalam rilis BPS yang diikuti secara daring, Senin (3/2/2025).

Secara historis, perubahan tarif listrik dalam lima tahun terakhir juga terjadi pada Juli dan Agustus 2022, ketika pemerintah melakukan penyesuaian tarif tenaga listrik pada kuartal III-2022. Namun, dampaknya terhadap inflasi saat itu berbeda karena bersifat kenaikan harga, bukan pemberian diskon.

Selain tarif listrik, beberapa komoditas lain turut menyumbang deflasi, meski dalam skala lebih kecil. Seperti tomat, ketimun, tarif kereta api, dan tarif angkutan udara masing-masing memberikan andil deflasi sebesar 0,01 persen.

Di sisi lain, beberapa komoditas mengalami kenaikan harga sehingga menahan laju deflasi, di antaranya cabai merah (0,19 persen), cabai rawit (0,17 persen), ikan segar, minyak goreng, dan bensin (0,03 persen).

Secara geografis, 34 dari 38 provinsi mengalami deflasi dengan Papua Barat mencatat deflasi terdalam sebesar 2,29 persen. Sementara itu, empat provinsi mengalami inflasi, dengan Kepulauan Riau mencatat inflasi tertinggi sebesar 0,43 persen. Secara tahunan (year-on-year), inflasi Januari 2025 tercatat sebesar 0,76 persen, didorong oleh kenaikan harga di kelompok makanan, minuman, dan tembakau (3,69 persen), terutama minyak goreng, sigaret kretek mesin, cabai rawit, kopi bubuk, dan beras.