Kunjungan Erdogan, Syahganda Ungkap Potensi Turki dan Indonesia Jadi Poros Baru Kekuatan Geopolitik
Kunjungan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ke Indonesia berpotensi menjadikan Turki dan Indonesia kekuatan baru geopolítik.
![Kunjungan Erdogan, Syahganda Ungkap Potensi Turki dan Indonesia Jadi Poros Baru Kekuatan Geopolitik](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/Presiden-Turki-Erdogan-Tiba-di-Istana-Bogor_20250212_132541.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kunjungan Presiden bersama Ibu Negara ke menjadi perhatian utama nasional maupun internasional.
Lawatan kenegaraan Presiden Erdogan ini mengunjungi 3 negara yaitu Malaysia, Indonesia dan Pakistan. Salah satu isu yang dibawa oleh Presiden Turki dalam lawatannya ini termasuk isu Gaza.
Baca juga:
Direktur Sabang Merauke Circle (SMC) Dr Syahganda Nainggolan menganggap kunjungan Erdogan ke Malaysia, Indonesia dan Pakistan menunjukkan kekuatan yang bisa membuat poros baru kekuatan geopolitik dunia yang dapat membawa aspirasi dunia Islam.
Hal ini mengingat ketiga negara yang dikunjungi adalah negara-negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia yakni dan Pakistan.
"Kunjungan kenegaraan Presiden Erdogan ke Malaysia, dan Pakistan memberi pesan kepada dunia sebagai bentuk keinginan bersama membangun hubungan berupa poros kekuatan geopolitik baru di dunia, prioritas utama adalah pembangunan kembali Gaza dan menolak relokasi warga Palestina di Gaza," ujar Syahganda dalam keterangannya, Kamis (13/2/2025).
Sebelum ke , Presiden Erdogan terlebih dulu mengunjungi Malaysia yang memberi pesan Erdogan dalam lawatannya kali ini bisa dijadikan kesempatan membentuk poros kekuatan baru dengan membahas persoalan geopolitik dunia yang sedang terjadi.
"Indonesia, Malaysia, Pakistan dan bisa membangun kesepahaman membentuk poros kekuatan baru negara muslim di dunia, baik dalam aspek perdamaian dan perekonomian, dalam kesempatan lawatannya bersama , Malaysia dan Pakistan bisa membuat komunike bersama menolak dan melawan usulan Trump dan Israel yang ingin merelokasi warga Palestina di Gaza," kata Syahganda.
Bangun Kerja Sama
Ahli Hubungan Internasional Dr Teguh Santosa menyatakan, dan sebetulnya sudah membangun kerjasama dalam MIKTA.
"Indonesia dan juga perlu mengkonkretkan kemitraan kedua negara dalam kerangka kerjasama MIKTA yang dimulai tahun 2013," ujar Teguh Santosa.
MIKTA ini bisa menjadi platform alternatif bagi Indonesia membangun kemandirian dan menawarkan solusi perimbangan kekuatan politik di dunia.
Baca juga:
"Grup informal middle power MIKTA yang terdiri dari Meksiko, , Korea Selatan, , dan Australia, dapat menjadi platform alternatif bagi untuk membangun kemandirian dan menawarkan berbagai solusi perimbangan kekuatan di arena global," beber Teguh.
MIKTA adalah platform yang dibangun anggota-anggotanya fokus pada kerjasama ekonomi yang berimbang, penguatan isu lingkungan, dan energi terbarukan.
"MIKTA sendiri adalah platform yang lebih fokus pada kerjasama ekonomi yang berimbang, penguatan isu lingkungan dan energi terbarukan." pungkas ketua umum Jaringan Media Siber itu,