Menembus Pagar Tinggi Makanan Bergizi Gratis dengan Koperasi Multi Pihak

  MBG dan Pemberdayaan Mustahik Bagaikan pisau bermata dua, program Makanan Bergizi Gratis (MBG) bisa memberdayakan masyarakat miskin atau meminggirkannya. Tulisan ini mengurai kendala masyarakat miskin untuk terlibat dalam program MBG...

Menembus Pagar Tinggi Makanan Bergizi Gratis dengan Koperasi Multi Pihak

Oleh : Iwan Rudi Saktiawan, pakar Koperasi Syariah, analis Kebijakan KNEKS

 

MBG dan Pemberdayaan Mustahik

Bagaikan pisau bermata dua, program Makanan Bergizi Gratis (MBG) bisa memberdayakan masyarakat miskin atau meminggirkannya. Tulisan ini mengurai kendala masyarakat miskin untuk terlibat dalam program serta memberikan solusinya. Sehingga jangan sampai yang menerima manfaat ekonomi dari MBG hanya segelintir orang kaya, sementara masyarakat miskin terpinggirkan.

Keterlibatan dalam program MBG bagi masyarakat miskin, selanjutnya penulis sebut sebagai dalam tulisan ini, bisa melalui dua cara. Cara pertama adalah sebagai Satuan Pelaksana (SP) yang kita kenal sebagai dapur umum ataupun menjadi bagian dari rantai pasok MBG. Dalam tulisan ini, penulis membatasi pembahasannya sebatas pemberdayaan mustahik sebagai SP. Dari data yang diberikan Badan Gizi Nasional (BGN), dari 5.000 SP yang akan dibangun, 3.458 diantaranya adalah bermitra dengan koperasi, Bumdes (badan usaha milik desa), BumdesMa (Bumdes bersama) dan yayasan.  Pada lembaga – lembaga itulah diharapkan mustahik bisa terlibat.

Menurut penulis, dalam perspektif pemberdayaan mustahik, format kelembagaan koperasi lebih cocok. Ketika terlibat di Bumdes, Bumdesma atau yayasan, kemungkinan besar mustahik hanya sebagai karyawan. Namun dengan format koperasi, maka mustahik bisa menjadi karyawan sekaligus pemilik. Sehingga penghasilannya selain dari gaji, juga dari laba tahunan yang diistilahkan sebagai sisa hasil usaha (SHU). Kementerian Koperasi menyambut baik pelibatan koperasi dalam MBG. Sebagaimana yang dikutip oleh antaranews.com, 6 Januari 2025, Menteri Koperasi menyatakan bahwa ada 1.336 unit koperasi yang diarahkan untuk terlibat program MBG.

Pagar Tinggi MBG

Namun pelibatan koperasi di MBG tidak mudah. Disebutkan bahwa program MBG terhalang pagar tinggi, menggambarkan betapa sulitnya MBG diakses UMKM yang notabene umumnya mustahik. Untuk menjadi SP membutuhkan modal awal yang sangat besar dan persyaratan yang tidak mudah.  Sebagai gambaran, satu SP harus menyediakan 3 ribu porsi per hari. Menurut BGN dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pada tanggal 22 Januari 2025, pembayaran ke SP dilakukan per satu bulan. Itu hanya tentang biaya operasional,  belum untuk investasi, dan lain-lain. Dalam FGD yang sama disebutkan bahwa dana awal yang perlu disiapkan untuk satu SP  sekitar Rp 2 M, bahkan bisa mencapai Rp 6 M.

Penulis paham bahwa SP perlu memiliki standar yang layak. Standar tersebut diperlukan agar tujuan program tercapai dengan baik. Hanya saja koperasi yang anggotanya para mustahik dananya sangat terbatas. Oleh karena itu perlu solusi agar standar MBG bisa terpenuhi namun membuka akses ekonomi mustahik melalui koperasi.

Mustahik berhak menerima zakat, sehingga koperasi mustahik bisa didanai dari zakat. Namun satu SP, menurut penulis, tidak mungkin full didanai dari dana zakat. Misalnya satu koperasi beranggotakan 40 mustahik, maka untuk memenuhi permodalan Rp 2 M, disalurkan dana zakat Rp 50 juta per orang. Nominal tersebut terlalu besar, karena dana zakat yang terhimpun masih terbatas sementara masih banyak alokasi golongan fakir dan miskin yang perlu didanai. Alokasi tersebut di antaranya untuk bantuan bencana alam, beasiswa, santunan jompo dan lain-lain.  BPS merilis data bahwa pada September 2024 ada 24,06 juta penduduk miskin, sedangkan target dana zakat terhimpun pada tahun 2024 adalah Rp 41 T  merujuk Outlook Zakat 2025 Baznas. Dalam dokumen tersebut disebut sebagai target, karena saat penyusunan Outlook 2025, belum tutup buku tahun 2024. Bila merujuk angka-angka tersebut, maka persatu orang miskin hanya mendapatkan alokasi Rp 1,7 Juta, sangat jauh dari angka Rp50 juta.

Alternatif sumber pendanaan lain bagi koperasi adalah blended finance, campuran dana sosial dan komersial. Dengan demikian, modal Rp2 M untuk koperasi mustahik tersebut merupakan campuran antara yang bersumber dari dana zakat dan dari pembiayaan (kredit) bank.  Namun ini tidak mudah, karena untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan membutuhkan prasyarat yang tidak mudah, di antaranya kapasitas manajemen, pengalaman usaha, jaminan dan lain-lain.

Mungkin nanti ada kebijakan sehingga persyaratan pembiayaan perbankan bagi koperasi yang menjadi mitra MBG diperingan, termasuk tidak memerlukan jaminan. Namun bila suatu koperasi mustahik tanpa pengalaman yang memadai kemudian mengelola SP MBG maka risiko kegagalan melaksanakan program MBG menjadi tinggi.

KMP Sebagai Solusi

Dari uraian-uraian sebelumnya, tampaknya tidak mudah bagi mustahik untuk terlibat sebagai SP MBG meskipun sudah bergabung dalam koperasi dan didukung dana zakat. Untuk itu penulis mengusulkan terobosan solusi, yakni dengan konsep koperasi multi pihak (KMP).  KMP relatif baru di Indonesia, meskipun di dunia sudah dimulai di Inggris pada tahun 1870. Terkait KMP, akan penulis uraikan sekalian penjelasan implementasinya pada koperasi yang mengelola SP MBG.

Koperasi yang anggotanya mustahik saja, tidak mudah menjadi SP MBG. Oleh karena itu pada koperasi tersebut perlu ditambahkan pengusaha yang memiliki pengalaman, keahlian dan bankable sebagai anggota koperasi. Yang dimaksud bankable di sini adalah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pembiayaan bank.

Dengan demikian, bila ada pengusaha catering profesional yang bergabung di koperasi tersebut, maka koperasinya akan memiliki kapasitas untuk bisa mencapai standar pengerjaan MBG dengan baik. Selain itu, dana zakat yang disalurkan kepada mustahik tidak perlu terlalu besar, sehingga alokasi dana zakat yang ada masih dapat digunakan untuk program pemberdayaan yang lain. Sisi positif yang lainnya adalah, ketika mengajukan tambahan modal ke bank, maka koperasi tersebut berpotensi besar untuk disetujui.

Mungkin ada yang bertanya, “Apakah ada pengusaha yang mau bergabung dalam satu koperasi bersama-sama mustahik?” Atau pertanyaannya, “Mengapa KMP bisa menjadi daya tarik bagi pengusaha?”

Misalnya pada sebuah KMP ada 40 anggota. Lima belas orang adalah pemasok, 20 puluh orang adalah pekerja dan 5 adalah pengusaha. Dalam hal ini, pemasok dan pekerja adalah mustahik. Sebagai contoh, disepakati KMP tersebut dibagi menjadi tiga pihak yakni pihak kesatu pemasok, pihak kedua pekerja dan pihak ketiga manajemen (pengusaha). Kemudian kesepakatan lain adalah bahwa porsi suara pihak I : II dan III adalah 25 : 35 : 40.

Hak suara yang proporsional seperti contoh tersebut akan menjadi daya tarik bagi pengusaha untuk bergabung dalam sebuah koperasi dibandingkan dengan konsep koperasi non KMP (satu pihak).  Pada contoh sebelumnya, bila pada koperasi dengan model satu pihak, maka dari pihak pengusaha masing-masing mendapatkan satu suara sama dengan anggota dari pihak lainnya, sedangkan pada KMP masing-masing pengusaha akan mendapatkan lebih dari satu suara.  Perlu diketahui, dalam KMP ada dua level rapat anggota (RA). Pada RA level pertama, sistemnya adalah one member one vote. Selanjutnya pada RA paripurna, proporsi suara mengikuti kesepakatan tidak one member one vote, misalnya seperti contoh di atas 30 : 30 : 40.

Adanya perbedaan besaran suara berdasarkan kesepakatan semua pihak, merupakan cermin keadilan, karena keadilan tidak selalu berarti sama rata. Dalam konteks ini, KMP merupakan sebuah keadilan karena yang memiliki kontribusi serta yang paling mempengaruhi keberhasilan usaha, mendapatkan suara yang lebih besar. Dengan demikian, pihak yang paling bisa menentukan keberhasilan usaha koperasi, memiliki hak suara yang lebih besar. Justru yang tidak adil itu adalah ketika sebaliknya. KMP bisa dibentuk dari koperasi yang ada dengan mengubah anggaran dasarnya, jadi tidak perlu membuat koperasi yang baru. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang KMP dapat membaca aturan tentang KMP dalam  Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 8/2021.

Dengan KMP, maka tidak ada lagi pisau bermata dua. Dengan gotong royong antara pengusaha dan mustahik dalam koperasi multi pihak, insya Allah pagar tinggi MBG yang merintangi mustahik terlibat, bisa ditembus.