Mengingat Mati

Ustadz Asnan Purba Dari Ummu Habibah al Juhaynah ra berkata: Rasulullah saw bersabda:”Kalaulah binatang-binatang itu mengetahui hakekat mati sebagaimana anak Adam (manusia) mengetahuinya tentu tidaklah bisa kamu memakan hewan-hewan itu...

Mengingat Mati
Image Asnan Purba Agama | 2025-02-10 23:24:51
Ustadz Asnan Purba

Dari Ummu Habibah al Juhaynah ra berkata: Rasulullah saw bersabda:”Kalaulah binatang-binatang itu mengetahui hakekat mati sebagaimana anak Adam (manusia) mengetahuinya tentu tidaklah bisa kamu memakan hewan-hewan itu dalam keadaan gemuk”. (HR Baihaqi)

Berbicara tentang kematian tentulah yang terbayang dibenak kita adalah terlepasnya ruh dari tubuh manusia, memasuki alam baru meninggalkan alam dunia yang fan aini. Kematian adalah lawan dari kata kehidupan, Kehidupan adalah wujud ketiadaan manusia di muka bumi ini. Keduanya merupakan suatu ujian bagi manusia yang diberikan Allah swt. Sebagaimana firman-Nya: “Yaitu dia (Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapa diantara kamu yang lebih baik amal perbuatannya”. (QS Al Mulk:2)

Ketahuilah wahai saudaraku bahwa orang yang selalu menyibukkan dirinya dengan urusan dunia dan cinta akan kehidupan duniawi, maka ia akan lupa dengan namanya mati dan bila ada yang menyebut-nyebut tentang kematian ia pun sangat membencinya, padahal kematian apabila telah datang menjemput maka tidak ada sesuatupun yang dapat menghalanginya, seperti kata pepatah syair “apabila kematian telah mencengkramkan kuku-kukunya maka tidak tidak akan kamu dapati senjata/jimat apapun yang dapat menghalangi dan mencegahnya”. Sebagaimana firman Allah swt:” Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”(QS Al Jumu’ah: 8).

Imam al Gazali mengkategorikan orang yang menyambut kematian dengan tiga kategori:

Pertama: Al Munhamik (Orang yang menyibukkan diri dengan urusan duniawi). Kategori ini tidak akan pernah mengingat akan kematian karena ia terlena dengan kesibukan dan gemerlapnya duniawi, apabila disebutkan kepadanya perihal kematian ia enggan dan tidak menghiraukanny. Kita banyak melihat golongan ini dimana mereka berlomba-lomba mengejar kesenangan duniawi, hingga hal yang irasional (tidak masuk akal) pun menjadi rasional (masuk akal), harga diri, kehormatan bahkan jiwa ragapun dipertaruhkan demi tercapainya tujuan dan cita-citanya tersebut. Naudzu billah.

Kedua: Al Taib (Orang yang bertaubat). Kategori ini adalah orang yang selalu mengingat kematian dan takut kalau-kalau maut datang menjemput ia belum sempurna dari taubatnya dan menebus segala dosa-dosanya. Rasa takut seperti itu adalah positif karena ia ingin ketika berjumpa dengan Tuhannya sebagai hamba yang taat mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, hal ini dibuktikan dengan selalu menyiapkan dirinya dengan bekal berupa ibadah untuk menghadap sang Khaliq (pencipta). Dalam kehidupan kita sedikit sekali orang yang bersifat seperti diatas yang terjadi malah kebalikannya ia takut kalau-kalau maut datang menjemput ia belum merasakan nikmatnya dunia sehingga muncullah ungkapan “Aku ingin hidup seribu tahun lagi” untuk mengejar kenikmatan dunia. Belumlah ia merasa puas sampai ia dapat menguasai dunia ini, padahal ada yang lebih tinggi dari dirinya yang menguasai langit dan bumi beserta isinya.

Ketiga: Al ‘Arif (Orang yang telah mendapat hikmah;dekat dengan Allah). Kategori ini adalah yang cinta dan tahu hakekat keagungan Allah, sehingga ia selalu mengidam-idamkan kematian datang secepatnya menjemput, agar ia terbebas dari segala kemaksiatan dimuka bumi ini dan bertemu dengan sang kekasih sejati Allah swt. Diriwayatkan bahwa Huzaifah ra ketika maut datang menjemput ia berkata:”Sang kekasih datang menjemput dan aku tidak beruntung dengan kesedihan, kecuali jika engkau mengetahui bahwa kefakiran itu lebih baik bagiku dari kekayaan dan sakit itu lebih baik bagiku dari kesehatan dan kematian lebih baik bagiku dari kehidupan, maka permudahlah bagiku kematian ini hingga aku bertemu dengan-Mu”.

Jadi jelaslah terlihat bahwa al Taib itu takut bertemu Allah swt karena belum mempersiapkan dirinya , sedangkan Al ‘Arif ingin segera bertemu dengan Allah swt karena kecintaannya yang tulus. Inilah tingkatan yang paling mulia. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang dimudahkan Allah swt dalam menghadapi kematian dan diberikan nikmat husnul khotimah. Bukan termasuk orang-orang yang dimurkai Allah swt sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:”Barang siapa yang benci bertemu Allah swt, maka Allah juga enggan bertemu dengannya” (HR Muslim).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.