Permintaan tenun ikat Parengan naik 60 persen jelang Ramadhan
Salah satu produsen tenun ikat Parengan, yang berada di Desa Parengan, Kecamatan Maduran, Jawa Timur, Silvi Zulfiyani menyatakan bahwa permintaan produk khas Lamongan tersebut mulai mengalami peningkatan sebesar 40-60 persen ...
![Permintaan tenun ikat Parengan naik 60 persen jelang Ramadhan](https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2025/02/13/1001646021_1.jpg)
Lamongan (ANTARA) - Salah satu produsen tenun ikat Parengan,
yang berada di Desa Parengan, Kecamatan Maduran, Jawa Timur,
Silvi Zulfiyani menyatakan bahwa permintaan produk khas
Lamongan tersebut mulai mengalami peningkatan sebesar 40-60
persen menjelang bulan Ramadhan 1446 H."Permintaan tenun ikat
di pasar lokal Jatim dan Jateng mengalami kenaikan 40-60
persen, dari total produksi biasanya 1.200 potong per bulan,
kini menjadi 1.700 potong menjelang Ramadhan," ujar Silvi di
Lamongan, Kamis.Ia mengatakan, beberapa jenis produk yang
dihasilkan dari proses tenun ikat yang masih menggunakan Alat
Tenun Bukan Mesin (ATBM) tersebut yakni, sarung, kain tenun
ikat, kain tenun dobby, songket dan batik songket ikat
(basokat)."Dari beberapa produk itu, kain tenun jenis
dobby yang paling laku di kalangan menengah ke atas,"
katanya.Silvi menjelaskan, untuk kapasitas produksi usaha yang
dikelolanya saat ini telah mengalami kemajuan yang pesat,
dimana saat awal berdiri pada 1989 hanya mampu memproduksi kain
tenun ikat 120 potong per tahun.Sementara untuk saat ini,
lanjutnya, per tahun mampu memproduksi 9.600 potong kain tenun
ikat dengan komposisi pemasaran 75 persen untuk pasar ekspor
dan pasar dalam negeri sebesar 25 persen."Untuk pemasaran
ekspor dilakukan melalui eksportir di Surabaya," jelasnya.Ia
menambahkan, tenun ikat khas Lamongan hasil produksinya
tersebut dijual mulai dari harga Rp225 ribu hingga Rp2,5 juta,
tergantung dari jenis dan motif yang disesuaikan dengan tingkat
kesulitan saat pembuatan."Ada tingkat kesulitan dan durasi
waktu pada setiap produk saat proses pengerjaannya. Seperti
pada jenis produk songket yang memiliki tingkat kesulitan
tersendiri," tambahnya.Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lamongan,
Anang Taufik menyebutkan bahwa ada 38 pemilik usaha tenun ikat
di wilayah setempat, dengan total karyawan mencapai 2.400
orang."Tersebar di empat Kecamatan, yakni Parengan, Laren,
Karanggeneng dan Sekaran. Sedangkan untuk nilai ekspor tenun
Parengan per tahun mencapai Rp27 miliar," katanya.Anang
menambahkan bahwa intervensi dari pemerintah baik dari provinsi
dan pusat terus dilakukan untuk mengembangkan kain tradisional
Indonesia yang memiliki makna dan simbol budaya yang disebut
wastra tersebut."Untuk itu, tenun ikat Parengan selalu kami
hadirkan saat pameran, fesyen dan even-even lainya," kata
Anang.Sebagaimana diketahui, produk tenun ikat Parengan telah
merambah ke pasar global atau diekspor ke sejumlah negara di
Timur Tengah dan Somalia.Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024
Khofifah Indar Parawansa menetapkan Desa Parengan menjadi salah
satu Desa Devisa di Jawa Timur pada 2022 melalui sebuah program
yang diinisiasi oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
(LPEI).Program tersebut bertujuan untuk membantu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan ekspor dengan
memberikan pendampingan, akses ke pasar internasional, serta
peningkatan kapasitas sumber daya manusia.Status sebagai Desa
Devisa membuktikan bahwa produk tenun ikat Parengan tidak hanya
memiliki nilai seni dan budaya yang tinggi, tetapi juga berdaya
saing di pasar global.