Pertamina Akan Memasarkan Bahan Bakar Pesawat dari Minyak Jelantah Mulai 2025

PT Pertamina (Persero) akan memasarkan bahan bakar Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur berbahan baku used cooking 0il (UCO) atau minyak jelantah

Pertamina Akan Memasarkan Bahan Bakar Pesawat dari Minyak Jelantah Mulai 2025

PT Pertamina (Persero) akan memasarkan bahan bakar Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur berbahan baku used cooking 0il (UCO) atau minyak jelantah. SVP Research & Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza, mengatakan Pertamina sudah mengembangkan minyak jelantah sebagai bahan baku SAF.

Dia mengatakan pengembangan SAF menggunakan metode Hydroprocessed Esters and Fatty Acids (HEFA) yaitu proses produksi bahan bakar terbarukan yang menggunakan hidrogen. Hal ini memungkinkan konversi minyak jelantah menjadi bahan bakar yang kompatibel dengan infrastruktur penerbangan yang ada.

Oki mengatakan menargetkan SAF dari UCO bisa digunakan secara komersial tahun depan.

"Targetnya pada kuartal pertama tahun depan, SAF akan digunakan dalam joy-flight pada pesawat Pelita Air yang merupakan maskapai penerbangan milik Pertamina Group," ujar Oki dalam keterangan tertulis, Senin (18/11).

Oki mengatakan, pengembangan SAF dimulai dengan mengumpulkan UCO dari berbagai sumber, termasuk rumah tangga, restoran, dan industri pengolahan makanan. Potensi pengumpulan UCO di Indonesia dapat mencapai 1,24 juta kiloliter per tahun.

Namun, dia mengatakan, proses tersebut masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu hambatan utama adalah kurangnya kesadaran masyarakat tentang mekanisme pengumpulan dan distribusi lokasi sumber UCO yang tersebar luas.

Minta Dukungan Regulasi

CEO PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, mengatakan PT Pertamina Patra Niaga telah memulai program pra-pemasaran di Bali dengan memasok SAF kepada beberapa maskapai penerbangan.

“Pada Bali Air Show, kami membantu pelanggan kami mengurangi emisi hingga 84% menggunakan SAF ini,” ujarnya.

Riva mengatakan, pentingnya kolaborasi pemerintah dan swasta untuk memperluas kapasitas produksi. Untuk mendukung produksi SAF, Pertamina menargetkan pengumpulan UCO meningkat dari 0,3 juta ton pada 2023 menjadi 1,5 juta ton pada 2030. 

“Keberhasilan SAF tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada regulasi yang mendukung, insentif pemerintah, dan kerja sama antara sektor publik dan swasta,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas, Nizhar Marizi, mengatakan saat ini juga sedang dikembangkan regulasi dalam rangka mendukung pengembangan SAF di Indonesia.

"Regulasi diperlukan untuk menjawab dua tantangan besar, yakni terkait kuota dan tarif ekspor UCO serta pengembangan manajemen pengumpulan UCO untuk memastikan kualitas dan kualitas UCO yang nanti akan digunakan sebagai feedstock bahan bakar," ujar Nizhar.