Refleksi Kiprah Global Asuransi Indonesia

Industri asuransi nasional memerlukan dukungan agar dapat melebarkan pasar ke luar negeri.

Refleksi Kiprah Global Asuransi Indonesia

Industri asuransi dalam negeri menghadapi tantangan dan turbulensi serius dalam tiga tahun mendatang. Terkait dengan persyaratan kenaikan ekuitas Rp1 triliun hingga 2028 yang ditetapkan oleh OJK yang tertuang dalam POJK No 23 Tahun 2023. 

Ditambah lagi, penerapan International Financing Reporting Standards (IFRS 17) yang diadopsi menjadi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 74 terkait kontrak asuransi juga akan berlaku pada tahun ini. Hal tersebut dilakukan agar daya saing perusahaan asuransi Indonesia tidak kalah dengan perusahaan internasional.

Dalam POJK No 23 Tahun 2023, disebutkan bahwa modal umum asuransi umum dan asuransi jiwa akan naik menjadi Rp250 miliar. Angka tersebut akan meningkat lagi pada 2028, disesuaikan dengan Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE), yaitu KPPE 1 dan KPPE 2.

Untuk KPPE 1, masing-masing dari asuransi umum dan asuransi jiwa perlu memenuhi modal minimum sebesar Rp500 miliar. Sementara, KPPE 2 mengharuskan 2 kelompok asuransi ini memenuhi ekuitas sebesar Rp1 triliun.

Berdasarkan data terbaru OJK, hingga Agustus 2024 masih terdapat 45 perusahaan asuransi dan reasuransi yang belum memenuhi modal minimum tersebut. Dari jumlah tersebut, terdapat 23 asuransi umum konvensional dan dua asuransi umum syariah yang belum memenuhi modal minimum. 

Asuransi dan reasuransi yang belum memenuhi modal minimum pada 2026 itu rinciannya adalah terdapat 15 perusahaan asuransi jiwa, 23 asuransi umum, tiga asuransi jiwa syariah, dua asuransi umum syariah, satu perusahaan reasuransi, dan satu perusahaan reasuransi syariah.

Di lain pihak masih banyak minat investor asing masuk ke pasar asuransi Indonesia dan bahkan akan semakin banyak dengan merger dan akuisisi mengingat banyaknya asuransi yang tidak mampu memenuhi syarat permodalan dalam tiga tahun ke depan. Termasuk di asuransi jiwa dominasi asing sangat menonjol. Perusahaan asuransi jiwa didominasi oleh perusahaan joint venture dengan market share sebesar 69,1%. Berbanding terbalik dengan industri asuransi umum di mana market share sebesar 75,6% didominasi oleh perusahaan asuransi lokal. 

Jumlah penanam modal yang membidik asuransi Indonesia dinilai tinggi. Terlihat dari dua perusahaan asuransi yang dibeli oleh asing pada 2022. Perusahaan asuransi yang dilirik oleh investor asing pada umumnya memiliki potensi bisnis yang memadai, memiliki pasar captive besar serta memiliki manajemen risiko dan tata kelola cukup memadai. 

Demikian pula industri asuransi mengalami defisit neraca pembayaran yang sangat akut selama bertahun-tahun akibat rendahnya kapasitas dalam negeri sebagai cermin rendahnya permodalan. OJK mengungkapkan neraca pembayaran sektor jasa asuransi Indonesia mengalami defisit akibat transaksi reasuransi yang besar ke luar negeri. Neraca pembayaran sektor asuransi di 2023 tercatat minus Rp10,2 triliun. Defisit itu melebar alias naik 28,22% dibandingkan realisasi neraca pembayaran sektor asuransi di 2022 yang sebesar Rp7,95 triliun.

Sebaliknya bagaimana kiprah perusahaan asuransi Indonesia di luar negeri untuk menjawab tantangan globalisasi dan apa yang bisa dilakukan oleh industri asuransi dalam negeri untuk mencegah besarnya devisa asuransi yang mengalir ke luar negeri?

Kiprah TRB London dan TIC Hong Kong

Industri asuransi dalam negeri mempunyai kegiatan operasional di luar negeri antara lain Tugu Reinsurance Broker (TRB) London dan Tugu Insurance Company (TIC) Hongkong.

Pada dekade 90-an, di era Orde Baru terdapat satu perusahaan pialang reasuransi Indonesia yang mampu bersaing di kancah internasional yang patut dicatat dalam sejarah perasuransian negeri ini. Adalah Tugu Reinsurance Broker London (TRB London Limited) anak usaha asuransi TPI, perusahaan pialang reasuransi Indonesia satu-satunya di luar negeri yang berlokasi di 61 Mansell Street, London

TRB berperan dalam menjembatani penempatan risiko migas dalam negeri ke pasar internasional.  Kala itu Tugu group menuai banyak kritik terkait monopoli bisnis asuransi migas dengan membangun supply chain ke pusat asuransi dunia yaitu Inggris dan Singapura. Bagaimana tidak, setiap slip penawaran risiko migas dari perusahaan asuransi dalam negeri dapat dengan mudah menginjakkan kaki dan bernegosiasi secara langsung ke meja-meja para Underwriters di Lloyd's of London, pasar asuransi dan reasuransi terbesar di dunia. Kini TRB London tengah mengalami winding up (likuidasi) justru di saat kita membutuhkan keberadaannya di tengah persaingan global. 

Selain itu, ada pula Tugu Insurance Company Limited (TIC Hong Kong) yang mempunyai kekuatan finansial berpredikat B+ (Stable Outlook) dari AM Best financial rating. Peringkat tersebut mencerminkan kekuatan permodalan dan finansial perusahaan yang kuat. Lebih rendah dari induknya PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance) yang menyandang predikat bertaraf global Financial Strength Rating A- (Excellent) dan the Long-Term Issuer Credit Rating of “a-” (Excellent) dari lembaga pemeringkat di bidang asuransi asal Amerika, A.M. Best.

Didirikan di Wan Chai, Hong Kong, 333 Lockhart Road pada tanggal 15 Desember 1965 TIC Hongkong lahir jauh lebih dulu sebelum kelahiran Asuransi Tugu Pratama di tanah air pada 1981. Fokus awal Perusahaan adalah memberikan perlindungan asuransi terhadap aset perusahaan migas pelat merah yang di kemudian hari semakin berkembang untuk berbagai klien di tanah air maupun mancanegara.

TIC saat ini adalah satu-satunya perusahaan asuransi dari Indonesia yang berada di luar negeri dan telah melakukan diversifikasi ke semua kelas bisnis selain yang terkait dengan minyak & gas, seperti properti, marine hull, marine cargo, contractor all risk, kendaraan bermotor, tanggung jawab hukum, dan personal insurance.

TIC telah menyediakan perlindungan reasuransi yang memadai melalui perjanjian proporsional dan non-proporsional untuk profil bisnisnya. Kapasitas pertanggungan TIC cukup kuat untuk melindungi komitmennya kepada klien. Total modal dan cadangan TIC melebihi US$144 juta pada akhir tahun 2022. 

Selama lebih dari lima puluh tahun beroperasi, TIC Hong Kong telah menyediakan pertanggungan migas untuk perusahaan induknya di tanah air. Pada era 1970-an bahkan industri dalam negeri menerima penempatan bisnis dari TIC Hong Kong. Namun belakangan kinerjanya diketahui kurang moncer meskipun mencatatkan solvency margin 957% jauh diatas persyaratan HKIA (Hong Kong Insurance Authority) sebesar 200% dengan total aset  US$103,9 juta dan modal setor US$20 juta pada akhir 2022. 

Perlu dukungan industri asuransi dalam negeri melakukan penempatan bisnis ke TIC Hong Kong sebagai bentuk dukungan dan komitmen kepada asuransi dalam negeri yang berkiprah di kancah global setidaknya di kawasan regional guna menekan defisit neraca pembayaran asuransi yang telah berlangsung bertahun-tahun sekaligus sebagai wujud resiprokalitas kehadiran asuransi asing di dalam negeri.