Ribuan Pengunjuk Rasa Bakar Rumah Pendiri Bangladesh, Ini Sebabnya
Ribuan pengunjuk rasa pada Rabu membakar rumah pemimpin pendiri Bangladesh, ayah mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina yang digulingkan
TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan pengunjuk rasa pada Rabu membakar rumah pemimpin pendiri , ketika putrinya— mantan Perdana Menteri yang digulingkan— menyampaikan pidato media sosial yang berapi-api menyerukan para pendukungnya untuk menentang pemerintah sementara.
Saksi mata mengatakan kepada beberapa ribu pengunjuk rasa, beberapa dipersenjatai dengan tongkat, palu, dan peralatan lainnya, berkumpul di sekitar rumah bersejarah dan monumen kemerdekaan, sementara yang lain membawa derek dan ekskavator untuk menghancurkan bangunan.
Rapat umum itu diselenggarakan bersamaan dengan seruan yang lebih luas, yang dijuluki "Prosesi Buldoser", untuk mengganggu pidato online Hasina yang dijadwalkan pukul 9 malam pada Rabu.
Para pengunjuk rasa, banyak yang bersekutu dengan kelompok "Mahasiswa Melawan Diskriminasi", telah mengungkapkan kemarahan mereka atas pidato Hasina, yang mereka anggap sebagai tantangan bagi pemerintahan sementara yang baru dibentuk.
Ketegangan telah meningkat di Bangladesh sejak Agustus 2024, ketika protes massa memaksa Hasina melarikan diri ke negara tetangga India.
Pemerintahan sementara, yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Muhammad Yunus, telah berjuang untuk mempertahankan kendali karena protes dan kerusuhan terus berlanjut.
Para demonstran telah menyerang simbol-simbol pemerintahan Hasina, termasuk rumah Sheikh Mujibur Rahman, yang pertama kali dibakar pada Agustus.
Sebagai simbol pendirian negara, rumah itu adalah tempat Bangabandhu (teman Benggala), begitu ia dikenal, mendeklarasikan kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan pada 1971.
Beberapa tahun kemudian, rumah ini menjadi tempat tragedi nasional. Mujibur Rahman dan sebagian besar keluarganya dibunuh di rumah itu pada 1975. Hasina, yang selamat dari serangan itu, kemudian mengubah bangunan itu menjadi museum yang didedikasikan untuk warisan ayahnya.
"Mereka dapat menghancurkan sebuah bangunan, tetapi tidak sejarahnya. Sejarah membalas dendam," kata Hasina dalam pidatonya pada Rabu.
Dia mendesak rakyat Bangladesh untuk menentang pemerintah sementara, menuduh mereka merebut kekuasaan dengan cara yang tidak konstitusional.
Gerakan yang dipimpin mahasiswa di balik protes telah menyuarakan rencana untuk membongkar Konstitusi 1972 negara itu, yang menurut mereka mewujudkan warisan pemerintahan ayahnya.