Rumah Digusur Pengadilan Negeri, Warga Setia Mekar Mengadu ke DPR

Rumah Warga Setia Mekar tetap digusur pengadilan negeri meski memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah atas tanah mereka.

Rumah Digusur Pengadilan Negeri, Warga Setia Mekar Mengadu ke DPR

TEMPO.CO, Jakarta - Warga Cluster Setia Mekar Residence 2 di Tambun Selatan, Bekasi, menghadapi kenyataan pahit setelah rumah mereka digusur (PN) Cikarang pada 30 Januari 2025. Mereka mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses hukum sengketa lahan yang menjadi dasar eksekusi tersebut.

Perwakilan warga, Abdul Bari, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi II DPR RI, Selasa, 11 Februari 2025, menyatakan warga telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang sah atas tanah mereka. Namun, mereka tidak pernah dipanggil ke persidangan untuk memberikan pernyataan. Tanpa pernah sekalipun mendapat kesempatan untuk membela diri, mereka justru kehilangan rumah dan sumber penghidupan. “Kami tidak pernah terlibat dalam perkara ini. Kami tidak pernah dipanggil ke persidangan, tidak pernah memberikan paparan di hadapan hakim, tetapi rumah kami tetap digusur,” kata Abdul Bari di hadapan anggota Komisi II DPR RI, Selasa, 11 Februari 2025, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan.

Menurut Abdul Bari, warga Cluster Setia Mekar Residence 2 memperoleh hak kepemilikan tanah dari Bapak Tunggul Siagian, yang berasal dari induk SHM M705. Sebelum melakukan transaksi jual beli, mereka telah memastikan keabsahan sertifikat tanah pada tahun 2019, dan tidak ditemukan catatan blokir, sita, atau hak tanggungan. Proses transaksi pun berlangsung hingga tahun 2024, dengan beberapa warga membeli rumah melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang melibatkan bank.

Sebagaimana prosedur yang berlaku, bank hanya akan memberikan fasilitas KPR jika tanah dan bangunan dinyatakan legal serta bebas sengketa. Namun, meski sudah melalui tahapan tersebut, warga tetap digusur tanpa kejelasan hukum. “Kami memiliki sertifikat hak milik yang sah. Bank pun sudah memastikan legalitasnya sebelum menyetujui KPR. Tapi, tiba-tiba kami mendapat surat eksekusi pada 18 Desember 2024, dan dalam waktu singkat, rumah kami dihancurkan,” kata Abdul Bari.

Dampak dari penggusuran ini tak hanya sebatas kehilangan tempat tinggal, tetapi juga memukul perekonomian warga. Banyak dari mereka mengandalkan rumah sebagai tempat usaha, seperti warung makan dan bengkel. “Di tanah itu, kami hidup, mencari nafkah, membangun usaha. Sekarang, semua hilang,” tuturnya.

Menanggapi hal itu, Pimpinan Komisi II DPR RI Aria Bima mengatakan persoalan agraria dan lemahnya penegakan hukum pertanahan harus segera diselesaikan. Ia menekankan pentingnya peran DPR sebagai jembatan antara masyarakat dan pemerintah untuk mencari solusi yang adil. “Kami menerima banyak pengaduan masyarakat terkait masalah pertanahan, termasuk kasus di Setia Mekar. Ini menjadi indikasi bahwa ada persoalan serius dalam tata kelola pertanahan kita,” ujar Aria Bima.

Komisi II DPR RI berjanji akan menindaklanjuti laporan ini dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pihak terkait guna mencari penyelesaian hukum yang berpihak pada warga. Namun, hingga kini, belum ada kepastian langkah konkret yang akan diambil untuk memulihkan hak warga Setia Mekar yang terdampak penggusuran.