Sempat Buron, Pengacara Yoni Hari Basuki Ditangkap Kejari Surabaya Kasus Kredit Fiktif
Sempat Buron, Pengacara Yoni Hari Basuki Ditangkap Kejari Surabaya Kasus Kredit Fiktif. ????Tim Tangkap Buron (Tim Tabur) Kejari Surabaya berhasil menangkap Yoni Hari Basuki, pengacara berstatus DPO, dan Isni Dania Andini dalam kasus kredit fiktif senilai Rp5 miliar. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Surabaya (beritajatim.com) – Tim Tangkap Buron (Tim Tabur) Seksi Intelijen Kejari Surabaya berhasil mengamankan dua terpidana kasus kredit fiktif senilai Rp5 miliar. Keduanya adalah Yoni Hari Basuki, seorang pengacara yang sempat berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO), dan Isni Dania Andini, mantan petinggi sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sidoarjo.
Yoni Hari Basuki diamankan pada Kamis (30/1/2025) pukul 23.30 WIB di sekitar Pacar Kembang, Surabaya. Sementara Isni Dania Andini berhasil ditangkap pada Senin (3/2/2025) pukul 10.00 WIB di sekitar Ketintang Wiyata, Surabaya. Penangkapan keduanya tidak dilakukan secara bersamaan karena Tim Tabur sebelumnya belum mengetahui lokasi pasti Isni.
“Setelah diamankan, kedua terpidana diserahkan kepada Jaksa Eksekutor pada Seksi Pidana Umum Kejari Surabaya untuk selanjutnya dilakukan eksekusi ke Lapas Kelas 1 Surabaya di Porong, Sidoarjo. Terpidana Yoni Hari Basuki diharuskan menjalani pidana penjara selama lima tahun sesuai amar putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 6420 K/Pid.Sus/2022 tanggal 1 Desember 2022. Sedangkan terpidana Isni Dania Andini selama enam tahun sesuai amar putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 292/PID/2021/PT.Sby tanggal 27 April 2021,” ujar Kasi Intel Kejari Surabaya, Putu Arya Wibisana.
Yoni Hari Basuki dan Isni Dania Andini merupakan mantan petinggi BPR Artha Sidoarjo. Keduanya terlibat dalam kasus kredit fiktif senilai Rp5 miliar pada tahun 2007. Kredit tersebut menggunakan 116 data debitur palsu untuk menghindari penilaian buruk dari Bank Indonesia.
“Kredit fiktif ini dilakukan dengan tujuan untuk mengelabuhi penilaian Bank Indonesia sebagai pengawas dan Bank Mandiri sebagai kreditur,” jelas Putu Arya Wibisana.
Kedua terpidana dijerat dengan Pasal 49 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebagai pengacara, Yoni Hari Basuki merupakan anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Surabaya. Ketua Peradi Surabaya, Hariyanto SH MHum, membenarkan bahwa Yoni adalah anggotanya. Saat ini, tim dari komisi pengawasan (Komwas) Peradi sedang melakukan penyelidikan terhadap Yoni.
“Tim Komwas akan melakukan penyelidikan, hasilnya nanti akan direkomendasikan ke kita,” ujar Hariyanto. Ia menambahkan, untuk pengacara yang terjerat kasus pidana, tidak perlu menunggu laporan atau sidang dewan kehormatan. Apabila putusan sudah berkekuatan hukum tetap, maka pemecatan dapat dilakukan.
Di sisi lain, kuasa hukum Yoni Hari Basuki, Geigiansyah Aulia Putra SH, membantah pernyataan Kasi Intel bahwa kliennya berstatus DPO. Menurutnya, Yoni kooperatif dan telah melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum tetap pada 30 Januari 2025.
Kasus ini bermula dari banyaknya kredit macet di BPR Iswara Artha pada tahun 2007. Untuk menjaga penilaian baik di mata Bank Indonesia dan Bank Mandiri, Isni Dania Andini sebagai Direktur Utama dan Yoni Hari Basuki sebagai Komisaris Utama melakukan rekayasa kredit fiktif. Mereka menciptakan 116 nasabah palsu, termasuk Junita Tjahjarini, Yosef Promo, dan Eny Yuliani, dengan total nilai kredit Rp5 miliar.
Data nasabah palsu tersebut didapatkan dari kantor notaris Noer Chasanah. Isni kemudian memanipulasi pembayaran angsuran bunga atas kredit bermasalah di BPR Iswara Artha. Hingga kini, Isni telah mengganti kerugian sebesar Rp2,5 miliar, sementara sisa kerugian mencapai Rp2,7 miliar.
Selain itu, Isni juga melakukan praktik flafadering kredit dengan memperpanjang kredit macet sebesar Rp3,2 miliar atas 77 nasabah. Tujuannya agar rasio Non-Performing Loan (NPL) BPR tetap di bawah 5 persen, sehingga penilaian Bank Indonesia dan Bank Mandiri tetap baik. [uci/beq]