Setelah TRPN, KKP Segel Pagar Laut di Bekasi Milik PT MAN

Penyegelan ditandai dengan memasang spanduk merah di dua lokasi berbeda yang berada di sisi kanan pagar laut di perairan Desa Segara Jaya, Bekasi.

Setelah TRPN, KKP Segel Pagar Laut di Bekasi Milik PT MAN

TEMPO.CO, Bekasi - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menyegel ilegal yang berada di perairan Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, pada Selasa, 11 Februari 2025. Kali ini, KKP menyegel pagar laut milik PT Mega Agung Nusantara (MAN).

Penyegelan ditandai dengan memasang spanduk merah di dua lokasi berbeda yang berada di sisi kanan perairan Desa Segara Jaya, . Spanduk tersebut bertuliskan 'Penghentian Kegiatan Pemagaran Laut Tanpa PKKPRL'.

Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan KKP Sumono Darwinto mengatakan penyegelan didasarkan hasil pemeriksaan terhadap PT MAN yang ternyata tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk mendirikan pagar laut. “Kemarin sudah kami lakukan panggilan, sekarang kami cek ke lapangan nih sebagai langkah awal. Karena hasil pemeriksaannya, dugaan pelanggarannya sama tidak dilengkapi dengan PKKPRL, untuk itu kami pasang penghentian kegiatan dulu,” kata Sumono, Selasa, 11 Februari 2025.

Setelah penyegelan ini, ujar Sumono, KKP akan menghitung luas lahan pagar laut yang diklaim oleh PT MAN. "Langkah selanjutnya menghitung luasan area yang terpasang ini tanpa PKKPRL seperti apa yang dilakukan terhadap PT sebelumnya," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR) Nusron Wahid menemukan adanya sertifikat hak guna bangunan (HGB) di perairan Paljaya, Kabupaten Bekasi, dengan luas 581 hektare. Terdapat tiga perusahaan di balik sertifikat HGB tersebut, di antaranya PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN), PT Cikarang Listrindo (CL), dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).

Terhadap PT CL dan PT MAN, Nusron mengatakan pihaknya melakukan proses negosiasi karena sertifikat milik kedua perusahaan sudah terbit lebih dari lima tahun, yakni terbit pada periode 2013-2017. Karena itu, contrarius actus atau asas bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bisa membatalkan sertifikat itu sudah hangus. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 bahwa pembatalan hanya bisa dilakukan bila sertifikat berusia maksimal lima tahun. “Kami ajak negosiasi. Outputnya, saya minta mereka membatalkan,” kata Nusron, Rabu, 5 Februari 2025.

Apabila perusahaan tidak mau membatalkan sendiri, Nusron akan menggunakan haknya sebagai Menteri ATR/BPN. “Karena itu laut, saya anggap itu tanah musnah. Faktanya memang tidak ada tanahnya sama sekali,” ujarnya.

Bila perusahaan berkukuh mempertahankan sertifikatnya, dia akan meminta pengadilan membatalkannya. Kemudian jika persoalan belum bisa diselesaikan dengan cara itu, dia akan mengacu pada pendekatan dalam PP Nomor 20 Tahun 2021. Dia menjelaskan pemegang sertifikat, terutama sertifikat HGB dan sertifikat HGU yang sifatnya bukan pemberian hak maupun konversi, harus ada kemajuan pembangunan dalam kurun waktu dua tahun.

“Saya lihat ini tidak ada progres pembangunan, sehingga bisa dimasukkan dalam tanah telantar. Sedang kami kaji opsi-opsinya, tidak bisa saya sampaikan semua karena menyangkut masalah strategi,” kata Nusron.