Studi: Perawat Rentan Depresi Akibat Beban Kerja Berat
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jutaan perawat di seluruh dunia setiap harinya menghadapi tekanan luar biasa, bukan hanya fisik namun juga mental. Kini, sebuah studi dari New York University mengungkap tingginya...
![Studi: Perawat Rentan Depresi Akibat Beban Kerja Berat](https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/ilustrasi-kesehatan_221020052455-653.png)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jutaan di seluruh dunia setiap harinya menghadapi tekanan luar biasa, bukan hanya fisik namun juga mental. Kini, sebuah studi dari New York University mengungkap tingginya kasus kecemasan, depresi, dan di kalangan perawat dipicu oleh beban kerja berat dan minimnya dukungan.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal International Nursing Review ini menganalisis data dari 9.387 perawat di 35 negara, yang mencakup negara berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi. Penelitian yang dilakukan antara Juli 2022 dan Oktober 2023 merupakan bagian dari Global of Nursing and Midwifery Studies, kolaborasi internasional di 82 negara yang meneliti dampak jangka panjang pandemi terhadap perawat.
"Penelitian kami menjelaskan bagaimana perawat dipengaruhi oleh pemicu di tempat kerja mereka dan menunjukkan bagaimana stres tersebut terbawa ke dalam kehidupan rumah tangga mereka," kata penulis utama Allison Squires, seorang profesor di NYU Rory Meyers College of Nursing, dilansir Study Finds, Rabu (12/2/2025).
Temuan ini menunjukkan 44 persen perawat mengalami kecemasan, 21 persen melaporkan depresi, dan 57 persen merasa terus-menerus kelelahan. Dampak ini tidak hanya berhenti di tempat kerja, 34 persen perawat tetap mengalami di rumah, dan 19 persen berjuang melawan dalam kehidupan pribadi mereka.
Prevalensi gejala sangat bervariasi di setiap negara. Di Brasil, 69,9 persen perawat melaporkan kecemasan di tempat kerja, sementara di Indonesia hanya 23,8 persen. Di Turki, 80,9 persen perawat merasa kewalahan di tempat kerja, dibandingkan dengan hanya 6,7 persen di Thailand. Faktor budaya, sistem kesehatan, dan pendekatan terhadap kesejahteraan tenaga kerja kemungkinan berperan dalam variasi ini.
Sementara itu, faktor yang memperparah kondisi mental perawat antara lain jam kerja yang panjang dengan tuntutan emosional dan fisik, hingga minimnya istirahat dan pemulihan. Selain tekanan kerja, banyak perawat juga harus menghadapi kehilangan orang terdekat. Satu dari lima perawat kehilangan anggota keluarga karena Covid-19, sementara 35 persen kehilangan teman, dan 34 persen kehilangan rekan kerja. Banyak perawat juga harus terus bekerja sambil mengatasi kesedihan mereka, yang menciptakan lapisan beban emosional tambahan.
“Kehilangan teman, keluarga, dan rekan kerja yang mengejutkan serta dampaknya terhadap perawat tidak boleh diremehkan,” kata peneliti.
Sayangnya, dukungan dari institusi kesehatan masih jauh dari memadai. Hanya 24 persen perawat yang merasa mendapat layanan kesehatan yang cukup dari tempat kerja seama pandemi. Banyak fasilitas kesehatan tidak memiliki sumber daya atau infrastuktur yang memadai untuk memberikan dukungan mental bagi tenaga perawat.
“Diperlukan dukungan layanan kesehatan mental yang terarah dan mudah diakses untuk membina tenaga perawat yang tangguh,” kata Squires.