Benarkah Harta Haram Bisa Disucikan Zakat 2,5 Persen?
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukum dasar korupsi di dalam Islam adalah haram. Alquran pun dengan tegas melarang kita untuk memakan harta dengan jalan yang batil. "Dan janganlah (sebagian) kamu memakan harta...
![Benarkah Harta Haram Bisa Disucikan Zakat 2,5 Persen?](https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/harta_240604105258-834.jpg)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukum dasar korupsi di dalam Islam adalah haram. Alquran pun dengan tegas melarang kita untuk memakan harta dengan jalan yang batil. "Dan janganlah (sebagian) kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" (QS al-Baqarah [2]: 188).
Sebaliknya, zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima. Zakat tidak bisa dikesampingkan karena bersifat wajib. Di dalam Alquran, Allah menyebutkan perintah beriringan dengan perintah shalat sebanyak 82 kali. "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk" (QS al-Baqarah: 43).
Shaleh Al Fauzan dalam Fiqih Sehari-hari menjelaskan, kewajiban zakat dimaksudkan demi kebaikan manusia itu sendiri. Zakat menjadi sarana untuk menyucikan dan menjaga harta.
Tak hanya itu, zakat pun berfungsi sebagai sarana penghambaan kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS at-Taubah:103).
Meski zakat berfungsi untuk seseorang, hal itu tidak berarti bahwa zakat seseorang sah saat dikeluarkan dari harta yang haram. Keharaman itu dilihat baik dari sifatnya maupun cara mendapatkan harta tersebut. Rasulullah SAW pun mengatakan, sedekah yang bersumber dari harta tidak akan menjadikan pahala.
"Barangsiapa yang mengumpulkan harta dari cara yang haram kemudian ia bersedekah darinya, maka ia tidak mendapatkan pahala apa pun, bahkan ia tetap menanggung dosa dari tersebut" (HR al-Baihaqi, al-Hakim, Ibnu Huzaimah, dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
Pendapat Imam al-Qurthubi sebagaimana dikutip dari kitab Fathu al-Baari menjelaskan bahwa sedekah atau tidak diterima. Alasannya, harta haram pada hakikatnya bukan merupakan hak miliknya. Dengan demikian, pemilik harta haram dilarang menasarufkan harta tersebut dalam bentuk apa pun.
Adapun bersedekah merupakan bagian dari tasaruf (penggunaan) harta. Seandainya sedekah dari harta haram dianggap sah maka seolah-olah ada satu perkara yang di dalamnya berkumpul perintah dan larangan. Itu pun menjadi hal mustahil.
Menarik jika melihat pendapat Imam Ibnu Nujaim sebagaimana dikutip dalam kitab al-Bahru al-Raaiq (2/221). Dia menjelaskan, tidak wajibnya membayar zakat atas harta haram sekalipun sudah sampai satu nisab.
Menurut dia, seandainya ada seseorang yang memiliki harta haram seukuran nisab, maka ia tidak wajib berzakat karena yang menjadi kewajiban atas orang tersebut adalah membebaskan tanggung jawabnya atas harta haram itu dengan mengembalikan kepada pemiliknya atau para ahli waris—jika bisa diketahui—atau disedekahkan kepada fakir miskin secara keseluruhan harta haram tersebut dan tidak boleh sebagian saja.
Mengambil zakat dari harta yang haram pun menjadi bahasan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2011 menjelaskan, zakat wajib ditunaikan dari harta yang halal, baik hartanya maupun cara perolehannya.
Harta haram tidak menjadi objek wajib zakat. Kewajiban bagi pemilik harta haram adalah bertobat dan membebaskan tanggung jawab dirinya dari harta haram tersebut.
Loading...