Tiongkok Lagi-lagi Desak AS Hentikan Perang Dagang
Ilustrasi perang dagang Negeri Paman Sam melawan Negeri Tirai Bambu. Sumber: FreepikShippingCargo.co.id, Jakarta—Tiongkok baru-baru ini kembali menegaskan bahwa perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) bukanlah solusi dan justru mengancam...
![Tiongkok Lagi-lagi Desak AS Hentikan Perang Dagang](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/thumbnail400/250211171157-622.png)
![Ilustrasi perang dagang Negeri Paman Sam melawan Negeri Tirai Bambu. Sumber: Freepik](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/250211171157-622.png)
ShippingCargo.co.id, Jakarta—Tiongkok baru-baru ini kembali menegaskan bahwa perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) bukanlah solusi dan justru mengancam stabilitas ekonomi global. Melalui pernyataan resmi Kementerian Perdagangan, Beijing menyerukan agar Washington menghentikan kebijakan tarif sepihak dan kembali ke meja perundingan.
“Perang dagang hanya akan merugikan semua pihak, terutama negara berkembang yang bergantung pada perdagangan terbuka,” tegas Guo Jiakun, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkokdalam konferensi pers di Beijing pada Senin (10/2/2024).
Ketegangan antara kedua negara meningkat menyusul rencana AS menaikkan tarif impor untuk kendaraan listrik dan produk energi terbarukan asal Tiongkok. Beijing menuduh AS memiliki “mentalitas zero-sum” yang merusak rantai pasok global. Namun, AS, yang sudah menaikkan tarif untuk barang dari Kanada dan Meksikoy membalas bahwa kebijakan Tiongkok laiknya subsidi negara dan pelanggaran hak kekayaan intelektual (HAKI) lantas juga memicu ketidakseimbangan perdagangan.
Baca Juga:
"Dialog tersebut harus didasarkan pada kesetaraan dan rasa saling menghormati. Kami mendesak AS untuk memperbaiki kesalahannya dan berhenti mempolitisasi serta menjadikan isu perdagangan dan ekonomi sebagai senjata,", tambah Guo, seperti dilansir pada Selasa (11/2/2025).
Tiongkok juga mengkritik dominasi dolar AS dalam sistem keuangan global, menyebutnya sebagai “hegemoni finansial” yang merugikan negara-negara berkembang. Seruan Beijing untuk dialog multilateral mendapat dukungan dari organisasi seperti WTO, yang memperingatkan dampak buruk fragmentasi perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Dalam situasi ini, Tiongkok berusaha memposisikan diri sebagai penjaga globalisasi, sambil menekankan pentingnya kerja sama internasional. Namun, langkah AS menunjukkan keteguhan untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Pertanyaannya, apakah kedua negara dapat menemukan titik temu sebelum ekonomi global menanggung kerugian yang lebih besar?