Yogyakarta Disebut Pusat Semesta oleh Media Asing, Apa Sebabnya?

Liputan New York Times antara lain mengulas kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta yang telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia takbenda.

Yogyakarta Disebut Pusat Semesta oleh Media Asing, Apa Sebabnya?

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merespons munculnya julukan baru yang disematkan media asing The New York Times melalui artikel yang ditayangkan 20 Januari 2025 lalu.Di artikel ter sebut, jurnalis , Scott Mowbray, memberi judul hasil liputan lapangannya "Never Heard of Yogyakarta? It Might Be the Center of the Universe".

Liputan Mowbray itu antara lain mengulas kawasan Yogyakarta yang telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia takbenda pada 2023. Ia melihat bagaimana jalur kosmologis Yogyakarta yang menghubungkan Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan Laut Selatan sebagai cermin keseimbangan spiritual dan budaya selama berabad-abad.

Dalam perjalanannya di Yogyakarta, Mowbray juga menyoroti banyaknya sepeda motor yang berseliweran di Yogyakarta. Ia mengibaratkannya seperti lautan skuter yang membuat jalanan di kota yang dulunya dijuluki Kota Sepeda itu sampai terasa bergetar.

Mowbray pun sempat mencicipi bakmi goreng, ayam goreng kampung dengan sambal manis-pedas, hingga wedang tahu. Ia sempat mengunjungi berbagai museum seperti dan menyoroti keberadaan galeri seni, pameran kontemporer hingga kedai kopi yang banyak di Yogyakarta.

Promosikan Yogyakarta

Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta Beny Suharsono menuturkan ulasan dan julukan baru bagi Yogyakarta di media asing tersebut mempromosikan Yogyakarta kepada dunia dan menjadi manfaat bagi Yogyakarta. 

"Bisa menjadi pengingat bahwa pelestarian budaya harus berjalan seiring dengan adaptasi terhadap perkembangan zaman," kata Beny, Selasa, 11 Februari 2025.

Beny menuturkan, ulasan itu mau tak mau jadi memperkenalkan Yogyakarta kepada dunia. "Yang perlu jadi perhatian, sektor pariwisata yang berkembang di Yogyakarta musti tetap berpijak pada nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki," kata dia.

Kearifan lokal itu antara lain budaya yang hidup, komunitas yang erat, dan ekonomi yang inklusif bagi masyarakat lokal. 

Menggali Nilai Kehidupan

Beny menyoroti ulasan artikel soal Yogyakarta tersebut yang tidak hanya mengangkat daya tarik wisata, tetapi juga menggali nilai-nilai kehidupan masyarakatnya. 

Menurutnya, Yogyakarta seperti bergerak dalam harmoni antara masa lalu dan masa depan.

“Tradisi di sini bukan sekadar peninggalan, tetapi bagian dari kehidupan sehari-hari yang terus berkembang. Komunalitas yang kuat, rasa saling berbagi, serta keseimbangan antara budaya dan modernitas adalah kekuatan yang membuat kota ini tetap bernyawa,” imbuhnya.

Mowbray dalam artikelnya juga menyoroti Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai kawasan yang seolah terhimpit oleh kota modern, tampak sederhana, bahkan nyaris tersembunyi. “It’s Jogja’s universe, we just visit it,” tulis dia.