3 Nelayan Natuna di Penjara di Malaysia, Keluarga Waswas karena Hilang Kontak
Sudah empat bulan keluarga tiga nelayan yang ditahan otoritas Malaysia hilang kontak karena melaut melewati perbatasan.
TEMPO.CO, Batam - Fredi, keluarga tiga Natuna yang ditahan otoritas Malaysia sejak tahun lalu sudah empat bulan mereka tidak mengetahui kondisi keluarganya yang ditahan di penjara Malaysia. Ketiga nelayan tersebut ditangkap dituduh melaut masuk ke perairan Malaysia yang berbatasan dengan Natuna.
Kekhawatiran itu saat ini memuncak ketika terjadi peristiwa penembakan pada Pekerja Migran Indonesia (PMI/TKI) non-prosedural, pada 24 Januari 2025 di Slanggor Malaysia.
"Informasi kondisi mereka saya tidak tahu, mati atau hidup disana, saya dapat info ada TKI ditembak, itu membuat kami kepikiran, kondisi kesehatan saya sekarang menurun," kata Fredi, ayah dan adik ipar dari nelayan yang ditangkap tersebut, Jumat 31 Januari 2025.
Ketiga nelayan yang ditangkap otoritas Malaysia itu adalah Adiyurdani, 36 tahun, sebagai kapten kapal, Dedi Antoni, 34 tahun, dan Zulkifli, 22 tahun, sebagai ABK. Adiyudani adalah adik ipar Ferdi, sedangkan Zulkifli anak kandungnya.
Ferdi kecewa kepada pemerintah Indonesia karena tidak bisa memberikan informasi terkait kondisi keluarganya di penjara Malaysia. "Kami tidak dapat informasi (kondisi keluarga yang ditangkap), mau dapat informasi darimana?, nomor KJRI tidak ada, Mabes tak ada, mau tidak mau saya sekarang pasrah," kata Ferdi.
Ia hanya mendapat informasi dari mulut ke mulut, bahwa anaknya sebagai ABK kapal divonis penjara 6 bulan, sedangkan nahkoda atau tekong kapal divonis 8 bulan. Sebelum sidang vonis, Ferdi mengaku sudah meminta bantuan pemerintah daerah untuk mendapingi dirinya melihat kondisi anaknya di Malaysia. Namun, permintaan itu tidak ada jawaban sampai anaknya divonis bersalah saat ini.
"Seharusnya kasih laporanlah ke kami keluarga, apa berita disana, apalagi saya ini keluarga inti, bagaimanapun itu anak saya," kata Ferdi.
Ferdi mengatakan, dua orang nelayan yang ditangkap merupakan tulang punggung keluarga. "Anak-anak mereka masih kecil, sekarang mereka makan yang tersedia saja, mau bagiamana lagi tulang punggung (keluarga) tak ada," kata dia.
Ferdi menjelaskan, alasan nelayan melaut ke Malaysia karena laut Natuna sudah hancur oleh kapal asing. Nelayan sudah kesulitan mencari ikan yang melimpah seperti dulu lagi. "Kenapa kita melaut ke negeri Jiran, karena LNU ramai asing, kalau aman laut itu tidak mungkin masuk situ (Malaysia)," katanya.
Ketika awal kejadian kata Ferdi, pejabat pemkab Natuna datang ke rumah keluarga nelayan yang ditangkap. Bukan memastikan kondisi nelayan itu, pemkab malah memberikan beras dan mie instan satu kardus. Tak hanya itu, ada satu politikus menjanjikan akan mengurus nelayan kalau terpilih di Pilkada 2024 ini.
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Kepulauan Riau Doli Boniara Siregar mengatakan, kondisi nelayan yang ditangkap dalam keadaan baik-baik saja. Ia akan mendorong Pemda setempat untuk menyampaikan informasi tersebut kepada nelayan.
Staf Konsuler dan Protokol KJRI Kuching Alexandri Legawa mengatakan, selain dalam kondisi baik-baik saja nelayan Natuna yang ditangkap Malaysia memang sudah menjalani sidang. Dijadwalkan sekitar Maret-April 2024 akan selesai masa tahanannya.
"Tekong dijatuhkan hukuman penjara 8 bulan, dan ABK-nya 6 bulan. Tapi biasanya hukumannya dijalankan hanya 2/3 saja dari masa hukuman yg dijatuhkan, dan Dipotong 1/3 masa tahanan mereka," kata Alex kepada Tempo.
Saat ini ketiga tersangka dipenjara Miri, Malaysia. Sebelumnya pada Januari 2025 lalu, juga ada 8 dari dua perahu berbeda ditangkap otoritas Malaysia melanggar zona tangkap.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik