Hari Pers Nasional, Jurnalis Sedang Sekarat?

Hari Pers Nasional, Jurnalis Sedang Sekarat?. ????Di sebuah ruang kelas kampus, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi duduk di samping saya, menunjukkan layar ponselnya. "Ini lho, Pak, Gerald Vincent," -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Hari Pers Nasional, Jurnalis Sedang Sekarat?

Di sebuah ruang kelas kampus, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi duduk di samping saya, menunjukkan layar ponselnya.

“Ini lho, Pak, Gerald Vincent,” katanya sambil menampilkan feed media sosialnya.

Saya pun melirik kontennya. Setelah mengecek akun TikTok-nya, saya terkejut melihat jumlah pengikutnya yang mencapai 8 juta. Sementara di Instagram, pengikutnya hampir menembus angka satu juta.

Gerald Vincent adalah salah satu kreator konten Indonesia yang dikenal luas melalui akun TikTok-nya, @geraldvincentt. Ia sering membagikan video edukatif yang menjawab berbagai pertanyaan unik dari netizen, seperti “kenapa tulisan mie ada huruf e-nya?” atau “apa guna batu di rel kereta api?” Popularitasnya membuatnya dijuluki sebagai “Google-nya TikTok.”

Namun, di tahun 2024, Gerald sempat terseret kontroversi terkait video mengenai kadar bromat dalam air minum kemasan. Meski menuai berbagai tanggapan, fakta bahwa media sosial telah menjadi sumber informasi utama bagi generasi muda tidak bisa diabaikan.

Fenomena Gerald Vincent mencerminkan perubahan besar dalam konsumsi media. Generasi Z kini lebih tertarik pada informasi dalam format video pendek berdurasi 30 detik dengan gaya bicara cepat dan lugas. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang harus membaca buku atau artikel panjang, mereka kini cukup bertanya melalui media sosial atau menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mendapatkan jawaban.

Sebagai seorang jurnalis, saya melihat bahwa generasi ini semakin jauh dari media arus utama. Saat ditanya, hanya segelintir mahasiswa yang masih mengakses media berita arus utama secara langsung. Sebaliknya, mereka lebih aktif di platform seperti TikTok, YouTube, Instagram, bahkan akun gosip seperti Lambe Turah mereka juga ikuti.

Disrupsi Digital

Perubahan ini tidak hanya berdampak pada media berita, tetapi juga pada raksasa teknologi. Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, pangsa pasar pencarian global Google turun di bawah 90% pada kuartal terakhir tahun 2024. Ini menunjukkan bahwa pencarian informasi tidak lagi bergantung sepenuhnya pada Google, tetapi mulai beralih ke media sosial dan AI.

Beberapa hari ini kita juga dikejutkan dengan senja yang merayap pelan di institusi penyiaraan plat merah milik pemerintah yaitu TVRI dan RRI yang merumahkan sejumlah kontributornya di sejumlah daerah.

TVRI dan RRI adalah dua kapal besar yang perlahan kehilangan arah di lautan digital yang ganas. Dulu, kapal ini gagah, menjadi andalan rakyat dalam mengarungi samudra informasi.

Kini, layarnya robek, mesinnya tua, tapi kapten dan awak kapalnya masih berpikir bahwa angin lama bisa membawa mereka ke pelabuhan yang sama.

Gedung Putih pemerintahan Trump usai dilantik secara resmi juga mengakui dan mengundang podcaster, influencer media sosial, dan jurnalis independen skala kecil untuk mengikuti briefing pers melalui program ‘New Media Seat Initiative’

Kursi barisan depan di Ruang Briefing James S. Brady kini dialokasikan khusus untuk perwakilan media digital yang lolos seleksi. Ini menandai sejarah untuk jurnalisme politik.

Menurut Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt (27), inisiatif ini bertujuan menjangkau generasi muda yang lebih banyak mengonsumsi berita melalui platform digital.

Jurnalisme Masih Punya Masa Depan

Meski demikian, saya optimis bahwa jurnalisme tetap memiliki masa depan. Prinsip dasar jurnalistik seperti pencarian kebenaran, verifikasi, cover both sides, dan independensi tetap relevan di era digital.

Media sosial memang seperti gelombang laut yang kuat—menarik, tetapi juga kacau dan penuh hoaks. Justru di sinilah peran jurnalis profesional semakin penting: menyaring informasi, memilah mana yang benar dan layak diberitakan. Ruang redaksi media arus utama harus tetap menjadi penjaga gerbang kebenaran.

Kebiasaan konsumsi berita kini telah bergeser ke perangkat seluler, media sosial, dan platform berbasis kecerdasan buatan.

Beritajatim.com, yang akan memasuki usia ke-19 tahun, memahami tantangan ini dan terus beradaptasi dengan perubahan.

Jurnalis dan redaksi harus bersedia berinovasi agar tetap relevan. Semangat kewirausahaan dalam industri media kini lebih penting dari sebelumnya.

Di tengah gangguan dari media sosial dan teknologi AI, media online harus menemukan cara baru untuk bertahan dan berkembang.

Di Hari Pers Nasional ini, mari kita renungkan peran pers di era digital. Jurnalisme bukan sekadar bisnis, melainkan misi untuk menghadirkan kebenaran di tengah kebisingan informasi.

Selamat Hari Pers Nasional!