Penasihat hukum: Hendry Lie tak tanggung jawab atas perjanjian timah
Penasihat hukum terdakwa Hendry Lie, Syahputra Sandiyudha, mengatakan kliennya tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan ...
Jakarta (ANTARA) - Penasihat hukum terdakwa Hendry Lie, Syahputra Sandiyudha, mengatakan kliennya tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan perjanjian PT Timah tbk. dengan para smelter lantaran bukan bukan pemegang saham dalam PT Tinindo Internusa.
"Baik dari sudut pandang pemegang saham maupun beneficial owner, seharusnya terdakwa tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas perbuatan yang dituduhkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) kepada PT Tinindo Internusa," ucap Syahputra saat membacakan nota keberatan (eksepsi) terkait kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Maka dari itu, dirinya menilai JPU telah keliru karena menyamaratakan kondisi dan fakta hukum yang terjadi di perusahaan smelter swasta lainnya dengan kondisi yang terjadi di PT Tinindo Internusa maupun di pribadi terdakwa.
Dirinya pun meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menerima nota keberatan pihaknya, menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima, serta menyatakan Hendry tidak dapat disalahkan dan dihukum berdasarkan surat dakwaan yang batal demi hukum tersebut.
Selain itu, Syahputra juga meminta Majelis Hakim untuk memerintahkan agar Hendry dikeluarkan dari tahanan serta merehabilitasi dan memulihkan nama baik, ha-hak kemampuan, kedudukan, dan harkat martabatnya semula.
Di sisi lain, ia menyebutkan bahwa Hendry tidak pernah mengetahui keberadaan dari CV yang didakwakan telah mengumpulkan biji timah untuk dibeli terdakwa serta tidak pernah ada aliran uang dari CV tersebut.
Dengan demikian, lanjut dia, kliennya tidak terlibat dalam penambangan, pembelian, maupun pengumpulan bijih timah ilegal.
Baca juga:
Baca juga:
Baca juga:
"Terdakwa juga sama sekali tidak terlibat dalam pembentukan perusahaan boneka yang terafiliasi dengan PT Tinindo Internusa serta tidak pernah menerbitkan atau menandatangani dokumen apapun terkait CV itu," tuturnya.
Sebelumnya, pengusaha Hendry Lie didakwa menerima uang senilai Rp1,06 triliun melalui PT Tinindo Internusa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015—2022.
Uang tersebut diduga diterima dari pembayaran pembelian bijih timah ilegal melalui kegiatan borongan pengangkutan sisa hasil pengolahan (SHP), sewa smelter, dan harga pokok produksi (HPP) PT Timah.
Atas perbuatannya bersama dengan para terdakwa maupun terpidana lain, Hendry didakwakan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun dalam kasus itu.
Dengan demikian, perbuatan Hendry diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Hendry didakwa merupakan pemilik saham mayoritas PT Tinindo Internusa, yang pada awalnya memerintahkan General Manager Operasional PT Tinindo Internusa Rosalina dan Marketing PT Tinindo Internusa tahun 2008-2018 Fandy Lingga untuk membuat dan menandatangani Surat Penawaran PT Tinindo Internusa perihal penawaran kerja sama sewa alat processing (pengolahan) timah kepada PT Timah.
Kerja sama dilakukan bersama smelter swasta lainnya, antara lain PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa, yang diketahuinya para smelter swasta tersebut tidak memiliki orang yang kompeten atau Competent Person (CP), dengan format surat penawaran kerja samanya sudah dibuatkan oleh PT Timah.
Setelah itu, Hendry bersama-sama dengan Fandy dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa dan perusahaan afiliasi, yaitu CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati, dan CV Semar Jaya Perkasa diduga melakukan pembelian dan/atau pengumpulan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2025