Praperadilan Berfungsi Lindungi Hak Tersangka, Dosen Hukum Unpad: Belum Sepenuhnya Diterapkan
Dari berbagai kasus termasuk yang dikaji dosen FH Unpad, ada ketidakmampuan praperadilan menjamin hak asasi manusia.
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pakar dan dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran atau menganalisis praktik di Indonesia. Beberapa hasilnya seperti ada hakim yang menolak pertanyaan terkait pokok perkara karena dinilai bukan persoalan praperadilan. “Kemudian soal kecukupan barang bukti yang sesuai putusan Mahkamah Konstitusi bahwa dua alat bukti bukan dari kuntitasnya tapi kualitasnya,” kata akademisi Somawijaya, Kamis 23 Januari 2025.
Dalam diskusi berjudul Praperadilan dalam Penegakan Hukum di Indonesia di Auditorium Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja di bekas kampus Unpad Bandung itu, catatan lainnya tentang ketidakpastian dalam penetapan tersangka dan pengabaian prosedur yang benar.
Dampakya menurut Somawijaya pada hak asasi tersangka dan keadilan. Dari berbagai kasus termasuk yang dikajinya ada ketidakmampuan praperadilan menjamin hak asasi manusia. “Seharusnya praperadilan itu menjadi mekanisme untuk melindungi hak tersangka dari tindakan semena-mena namun belum sepenuhnya dapat diterapkan,” ujar dia.
Praperadilan atau pemeriksaan pendahuluan merupakan wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya dan pihak lain, serta terkait penyitaan barang bukti.
Mereka yang dapat mengajukan praperadilan yaitu tersangka, penyidik, penuntut umum atau pihak lain yang berkepentingan. Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang dibantu seorang panitera.
Hakim harus memutus permohonan praperadilan dalam waktu tujuh hari sejak permohonan diperiksa. Namun sebelum putusan hakim, pemohon bisa mencabut permintaan praperadilan asalkan disetujui pula oleh termohon lalu ditetapkan Pengadilan Negeri. Pada kasus lain, permohonan praperadilan bisa gugur karena belum selesai diperiksa sedangkan kasusnya sudah mulai diperiksa pengadilan.
Pakar hukum Romli Atmasasmita mengatakan, sejak dulu hukum dijadikan sebagai alat kekuasan. Adapun praperadilan dinilainya bertujuan bagus bagi orang yang ditangkap atau ditahan. “Praperadilan sebagai lembaga untuk pengawasan harusnya mengutamakan perlindungan hak asasi manusia dari dampak penegakan hukum,” katanya.
Akademisi Fakultas Hukum Unpad lainnya, Elis Rusmiati menyoroti antara lain soal hakim tunggal dalam praperadilan. Kendalanya seperti waktu bagi hakim yang terbatas, serta kompetensi lembaga praperadilan sekarang diperluas semisal melakukan pemeriksaan soal sah atau tidaknya penetapan tersangka. “Peran hakim sangat penting dalam praperadilan,” ujarnya.
Terkait dengan alat bukti yang dihadirkan, menurut Elis, sebagian besar pertimbangan hakim menguatkan alat bukti yang diajukan termohon sementara dari pemohon atau tersangka selalu dikatakan akan diuji dalam pokok perkara. Seharusnya kata dia, hakim bisa bebas dengan bebas dan mandiri menilai alat-alat bukti yang disodorkan kedua belah pihak dalam sidang praperadilan.