Singgung soal Trauma, Qatar Sebut Terlalu Dini untuk Bahas Pengungsian Warga Palestina
Qatar mengatakan masih terlalu dini untuk membicarakan masalah warga Palestina dan pengungsian, karena sibuk dengan kesepakatan gencatan senjata.
TRIBUNNEWS.COM - , yang menjadi mediator utama dalam perundingan gencatan senjata Gaza, sedang sibuk dengan tahap kedua kesepakatan tersebut.
Qatar pun mengatakan masih terlalu dini untuk membicarakan masalah warga dan pengungsian.
Pernyataan tersebut setelah usulan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, agar AS mengambil alih kendali Jalur Gaza, menjadi sorotan.
Qatar mengatakan, warga saat ini masih mengalami trauma soal pengungsian.
“Kami tahu bahwa ada banyak trauma di pihak terkait pengungsian."
"Namun, sekali lagi, masih terlalu dini untuk membicarakan hal ini, karena kami tidak tahu bagaimana perang ini akan berakhir,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri , Majed Al-Ansari, kepada Fox News, Rabu (5/2/2025).
Penolakan Keras dari Presiden
Presiden Mahmoud Abbas menolak keras usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk "mengambil alih" dan "memiliki" Jalur Gaza.
Penolakan keras Presiden itu sebagaimana disampaikan oleh kantor Mahmoud Abbas dalam sebuah pernyataan, Rabu (5/2/2025).
"Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga dari tanah air mereka," kata kantor Abbas, seraya menambahkan bahwa "hak-hak yang sah tidak dapat dinegosiasikan."
Saat membacakan pernyataan di televisi publik Palestina, juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeina, menekankan bahwa Jalur Gaza "merupakan bagian integral dari Negara Palestina."
Baca juga:
Organisasi Pembebasan , aliansi faksi yang dipimpin oleh Abbas, juga mengecam usulan Trump untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir atau Yordania.
"Menolak semua seruan untuk memindahkan warga dari Tanah Air mereka," kata sekretaris jenderalnya, Hussein al-Sheikh.
Sementara itu, Utusan untuk PBB, Riyad Mansour, juga menanggapi rencana Donald Trump tersebut.
"Para pemimpin dunia dan rakyat harus menghormati keinginan untuk tetap tinggal di Gaza," katanya, Selasa (4/2/2025), dilansir Arab News.