Tanggapan Ekonom UGM Dampak Larangan LPG 3 Kg: Konsumen Kesulitan, Pedagang Gulung Tikar

Tanggapan Ekonom UGM Dampak Larangan LPG 3 Kg: Konsumen Kesulitan, Pedagang Gulung Tikar. ????Pemerintah resmi menerapkan kebijakan pelarangan penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 Kg di tingkat pengecer mulai 1 Februari 2025. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Tanggapan Ekonom UGM Dampak Larangan LPG 3 Kg: Konsumen Kesulitan, Pedagang Gulung Tikar

Yogyakarta – Pemerintah resmi menerapkan kebijakan pelarangan penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 Kg di tingkat pengecer mulai 1 Februari 2025. Kebijakan ini mengharuskan masyarakat membeli LPG 3 Kg hanya di pangkalan resmi atau penyalur yang terdaftar di Pertamina. Pengecer yang ingin tetap menjual gas bersubsidi ini diwajibkan mengubah statusnya menjadi pangkalan atau agen resmi dalam waktu satu bulan.

Kebijakan ini langsung menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan ekonom. Salah satunya adalah Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Fahmy Radhi, MBA, yang menilai kebijakan tersebut sebagai sebuah blunder. Menurutnya, pelarangan ini justru berpotensi merugikan pedagang kecil serta menyulitkan konsumen, terutama masyarakat berpenghasilan rendah yang mengandalkan LPG 3 Kg untuk kebutuhan sehari-hari.

“Selama ini pengecer adalah warung-warung kecil yang mencari nafkah dengan berjualan LPG 3 Kg. Jika mereka dilarang, maka usaha mereka terancam gulung tikar,” ujar Fahmy dalam siaran pers.

Dampak Bagi Pedagang Kecil dan Konsumen

Fahmy menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi meningkatkan angka pengangguran. Banyak wirausaha kecil yang bergantung pada penjualan LPG 3 Kg sebagai sumber pendapatan utama. Tanpa adanya pengecer, akses masyarakat terhadap LPG 3 Kg juga semakin terbatas, terutama bagi mereka yang tinggal jauh dari pangkalan resmi.

“Bagi pedagang kecil, mengubah status menjadi pangkalan resmi bukanlah hal mudah. Modal yang dibutuhkan cukup besar karena harus membeli dalam jumlah besar. Ini memberatkan mereka,” tambahnya.

Selain itu, masyarakat miskin yang biasa membeli LPG 3 Kg di warung-warung terdekat kini harus mencari pangkalan resmi yang mungkin berlokasi jauh dari tempat tinggal mereka. Hal ini menambah beban biaya transportasi serta menyulitkan akses terhadap kebutuhan pokok.

Berlawanan dengan Komitmen Presiden Prabowo

Lebih lanjut, Fahmy menilai bahwa kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia ini bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang ingin berpihak pada rakyat kecil. Ia mendesak agar kebijakan ini segera dibatalkan demi kesejahteraan masyarakat.

“Presiden Prabowo seharusnya menegur Bahlil karena kebijakan ini justru bertolak belakang dengan visi keberpihakannya pada rakyat kecil. Pemerintah perlu mencari solusi yang lebih baik agar kebijakan subsidi LPG tetap tepat sasaran tanpa merugikan pedagang kecil dan masyarakat miskin,” tegas Fahmy.

Desakan Pembatalan Kebijakan

Sejumlah pihak kini mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan ini. Mereka berharap ada mekanisme distribusi yang lebih adil dan tidak merugikan pedagang kecil maupun masyarakat kecil sebagai konsumen utama LPG 3 Kg. Jika kebijakan ini tetap diberlakukan tanpa solusi yang jelas, dikhawatirkan akan semakin menambah beban ekonomi bagi rakyat kecil. [aje]