Wacana Badan Pengawas Elpiji 3 Kg, Wamen ESDM: Integrasi ke BPH Migas
Yuliot Tanjung mengatakan, nantinya akan ada perubahan aturan agar BPH Migas bisa mengawasi distribusi elpiji secara menyeluruh.
![Wacana Badan Pengawas Elpiji 3 Kg, Wamen ESDM: Integrasi ke BPH Migas](https://statik.tempo.co/data/2025/02/07/id_1375575/1375575_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menilai pengawasan distribusi 3 kg perlu diintegrasikan ke BPH Migas. Saat ini, regulasi hanya mencakup minyak, sementara pengawasan gas masih tersebar. Yuliot mengatakan, nantinya akan ada perubahan aturan agar BPH Migas bisa mengawasi distribusi elpiji secara menyeluruh.
Menurut Yuliot, dalam regulasi yang ada saat ini, tugas pengawasan oleh BPH Migas hanya mencakup minyak. Namun, pengawasan distribusi gas, termasuk , juga perlu mendapat perhatian. Jadi nantinya seluruh pengawasan distribusi energi dapat diintegrasikan dalam satu badan, yakni BPH Migas.
“Kami ingin melihat ini dari sisi penugasan. Saat ini, regulasi pengawasan oleh hanya untuk minyak, sementara pengawasan distribusi gas dilakukan melalui jaringan tertentu. Jika bisa diintegrasikan, seluruh pengawasan dapat dilakukan oleh BPH Migas,” ujarnya saat ditemui di kantornya Jumat, 7 Februari 2025.
Ia mengklaim, efektivitas pengawasan perlu ditingkatkan dengan menyatukan tugas-tugas yang ada di lingkungan Kementerian ESDM. Pasalnya, badan usaha yang mendistribusikan minyak dan gas pada umumnya sama.
Ia menyatakan bahwa struktur badan pengawasan akan mengikuti pola yang sudah diterapkan dalam distribusi minyak. “Saat ini, seluruh badan usaha penyalur minyak wajib melaporkan kegiatannya kepada BPH Migas. Nantinya, badan usaha yang menyalurkan elpiji juga akan membuat laporan serupa kepada badan pengawas. Untuk itu, regulasi perlu diubah agar BPH Migas dapat menjalankan tugas tambahan ini,” kata dia.
Ia juga menegaskan bahwa pengawasan ini tidak hanya terbatas pada pangkalan resmi, tetapi juga akan mencakup sub-pangkalan. Dengan adanya sistem pemetaan (MAP) yang memungkinkan masyarakat melaporkan kebutuhan elpiji data distribusi di tingkat sub-pangkalan dan pangkalan akan lebih transparan. “Dengan sistem ini, mata rantai pasok akan terlihat jelas. Kami bisa mengetahui berapa kebutuhan di setiap wilayah dan bagaimana distribusinya,” tuturnya.
Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, pembentukan itu berlebihan jika nantinya setingkat dengan badan yang sebelumnya sudah ada seperti BPH Migas. "Kalau dibentuk di pusat ya setingkat BPH Migas. Tapi menurut saya itu terlalu berlebihan. Karena kewenangan menetapkan harga dan kewenangan pengawasan elpiji 3 kg itu pemerintah daerah (Pemda),” katanya saat dihubungi pada Kamis, 6 Februari 2025.
Selain kewenangan yang berada di Pemda, Fahmy juga melihat kebijakan ini tidak memiliki urgensi yang jelas. “Saya kira serahkan saja pada Pemda, tidak perlu dibentuk badan khusus. Tidak efektif, itu juga hanya menghambur-hamburkan uang, membentuk itu kan butuh biaya,” tuturnya.
Fahmy mengingatkan, sebelum membuat keputusan, pemerintah perlu memastikan apakah memang ada kenaikan harga atau tidak. “Jika benar ada, berapa persen yang memang menaikkan harga, dan jumlah berlebihan itu berapa. Kalau kenaikannya itu sebatas untuk biaya transportasi, ya menurut saya wajar,” ujarnya.