BRIN: Sampah laut hambat produksi oksigen dari organisme laut
Peneliti dari Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Handy Chandra ...
Jika ada marine debris (sampah laut), tidak akan terjadi fotosintesis karena sinar matahari tertutup oleh sampah-sampah plastik, artinya suplai oksigen ke manusia akan berkurang
Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Handy Chandra menyebutkan sampah laut yang jumlahnya terus meningkat dapat menghambat proses produksi oksigen atau fotosintesis di laut.
"Jika ada marine debris (sampah laut), tidak akan terjadi fotosintesis karena sinar matahari tertutup oleh sampah-sampah plastik, artinya suplai oksigen ke manusia akan berkurang," kata Handy dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta pada Rabu.
Ia mengungkapkan organisme laut seperti phytoplankton, mikroalga, dan lamun (sea grass), menjadi penyumbang 50 persen oksigen di bumi melalui proses fotosintesis.
Adapun proses fotosintesis ini dapat dilakukan organisme laut tersebut hingga kedalaman 50 meter, yang merupakan batas jangkauan sinar matahari di kedalaman laut.
Baca juga:
"Terutama dinoflagellata, ini merupakan salah satu produsen oksigen paling banyak di laut dengan populasi yang melimpah dan ini sampai kedalaman 50 meter," ujar dia.
Akan tetapi ia menyoroti saat ini sampah yang mencemari laut jumlahnya terus bertambah, dimana 80 persen sampah plastik yang tidak terkelola berasal dari Asia yang kemudian melewati aliran sungai hingga akhirnya menumpuk di lautan seluruh dunia.
Ia menyebutkan dua sumber sampah laut yakni dari darat antara lain limbah aktivitas pemukiman, pertanian, industri, dan peternakan yang terbuang ke sungai, lalu terbawa hingga lautan lepas.
Kedua adalah limbah dari aktivitas di atas air atau pinggir pantai, seperti pelayaran, pariwisata, industri minyak dan gas, serta sampah dari kota-kota pesisir.
Baca juga:
"Dengan adanya marine debris (sampah laut) ini akan merusak ekosistem perairan. Kalau ekosistem perairan rusak artinya jasa-jasa atau kontribusi ekosistem kepada manusia itu juga akan rusak contohnya oksigen," kata dia.
Tidak hanya mengganggu proses fotosintesis, menurut Handy, sampah laut juga dapat mengganggu suplai makanan makhluk hidup yang bergantung pada ekosistem laut serta mempengaruhi siklus hidrologi dan perubahan iklim.
"Jika semua air di laut itu tertutup oleh sampah plastik, maka siklus hidrologi akan terganggu, penguapan akan terganggu, dan pasti iklim akan terganggu dan itu yang harus ditangani oleh masyarakat dunia," ucapnya.
Baca juga:
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024