Pada musim dingin, pengungsi Gaza untuk bertahan hidup kian berat

Badai musim dingin yang dahsyat sedang melanda Jalur Gaza, membuat perjuangan para pengungsi Palestina untuk bertahan ...

Pada musim dingin, pengungsi Gaza untuk bertahan hidup kian berat

Gaza (ANTARA) - Badai musim dingin yang dahsyat sedang melanda Jalur Gaza, membuat perjuangan para pengungsi Palestina untuk bertahan hidup kian berat.

Tenda-tenda tipis yang menampung para pengungsi tidak cocok untuk menghadapi angin yang kencang dan dingin.Bagi warga Gaza, badai tersebut bukan hanya bentuk kekuatan alam, melainkan sebuah tragedi tambahan dalam rentetan bencana yang telah menghancurkan kehidupan mereka."Saya berusaha berlindung di dalam tenda bersama anak perempuan dan suami saya, tetapi angin kencang merobek tenda kami, dan kami pun terpapar udara dingin," kata Halima Baraka, seorang ibu yang tinggal di sebuah tenda sementara di Kota Deir al-Balah, Gaza tengah, kepada Xinhua."Saya dan suami saya bahkan tidak dapat melindungi putri kami dari udara dingin yang menusuk. Tidak ada seorang pun yang membantu kami," keluhnya.

Tidak jauh dari Baraka, Om Ahmed al-Ramli berjuang sekuat tenaga untuk menyelamatkan barang-barangnya setelah badai merusak tendanya.

Situasi tak kalah suram di Gaza utara. Puluhan ribu keluarga pengungsi, yang mengharapkan sedikit stabilitas pascagencatan senjata antara Hamas dan Israel pada Januari lalu, hanya menemukan reruntuhan


"Ini bukan rumah. Ini hanyalah potongan-potongan kain yang hampir tidak dapat memberikan perlindungan," kata al-Ramli dengan marah. Sekarang, bahkan kain itu pun sudah hilang. Badai melenyapkan segalanya, termasuk harapan terakhir kami," katanya."Para politisi Palestina berdebat tentang siapa yang menguasai Gaza, tetapi kami yang menderita, membayar harga tertinggi untuk perang ini. Apa yang dilakukan para pemimpin, baik dari Palestina, Arab, atau bahkan Eropa, terkait neraka yang harus kami tinggali ini?" tanya al-Ramli.Situasi semakin memburuk ketika tanah berubah menjadi rawa lumpur yang tebal, menjebak mereka yang mengungsi dan menghalangi kemungkinan untuk melarikan diri atau mengakses bantuan.Hujan dan embusan angin yang tiada henti membuat kamp-kamp pengungsian menjadi kacau balau, dan tidak ada tempat berlindung bagi mereka yang paling rentan, seperti anak-anak dan warga lanjut usia (lansia).Krisis bahan bakar semakin menambah penderitaan mereka, membuat keluarga-keluarga tidak memiliki sarana untuk menghangatkan tempat penampungan mereka. Hidup di tengah kondisi yang lembap dan dingin, warga menjadi lebih rentan terhadap penyakit.

Orang-orang mencoba memperbaiki tenda yang rusak akibat hujan lebat di Kota Gaza, pada 6 Februari 2025. ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad

Situasi tak kalah suram di Gaza utara. Puluhan ribu keluarga pengungsi, yang mengharapkan sedikit stabilitas pascagencatan senjata antara Hamas dan Israel pada Januari lalu, hanya menemukan reruntuhan.

Berbagai organisasi hak asasi manusia turut menyampaikan seruan ini, memperingatkan soal situasi kemanusiaan yang dengan cepat memburuk di Gaza.

Jalanan, rumah, dan infrastruktur hancur, dan mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dari hari ke hari."Kami kembali ke sini untuk mendirikan tenda di samping reruntuhan rumah kami, tetapi kami ditinggalkan, dibiarkan berjuang sendiri tanpa barang-barang kebutuhan yang paling mendasar," kata Salah Abu Ali, seorang warga Kota Beit Lahia, kepada Xinhua."Angin merobek-robek tenda kami, dan sekarang kami bersembunyi di bawah reruntuhan rumah kami yang hancur, berharap hujan akan berhenti. Bagaimana kami bisa bertahan hidup pada hari-hari berikutnya? Kami tidak punya tenda, air bersih, makanan, atau bantuan. Kami hanya menunggu sesuatu yang tak terelakkan," ujarnya.Menghadapi penderitaan yang tak tertahankan ini, keluarga-keluarga yang kehilangan tempat tinggal menyampaikan seruan darurat kepada organisasi-organisasi kemanusiaan, meminta tenda-tenda yang lebih kokoh, alat penghangat, dan bantuan apa pun yang dapat memberikan sedikit kelegaan.

Orang-orang menghangatkan diri dengan api di samping tenda mereka setelah hujan lebat di Kota Gaza, pada 6 Februari 2025. ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad

Berbagai organisasi hak asasi manusia turut menyampaikan seruan ini, memperingatkan soal situasi kemanusiaan yang dengan cepat memburuk di Gaza

Mereka menyoroti risiko besar bagi anak-anak dan warga lansia, yang terpapar udara dingin dan penyakit di tengah krisis layanan kesehatan.Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, lebih dari 1,5 juta orang di Gaza telah mengungsi akibat konflik, dengan kebutuhan dasar mereka belum terpenuhi.Kamp-kamp tempat mereka mengungsi tidak memiliki kondisi kehidupan yang layak. Air bersih, peralatan pemanas, dan obat-obatan esensial sangatlah langka."Situasinya sangat buruk dari semua sisi. Para pengungsi menghadapi kesulitan yang tak terbayangkan, dan badai memperburuk keadaan. Kami membutuhkan intervensi segera untuk mengamankan tempat berlindung dan kebutuhan dasar sebelum lebih banyak nyawa melayang," ujar Salama Maarouf, seorang pejabat di kantor media pemerintah Gaza, kepada Xinhua."Gaza sedang menghadapi krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penderitaan rakyat Gaza sangat nyata, dan dunia tidak boleh mengabaikannya," tambahnya.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025