Polri Belum Layak Disamakan dengan Hoegeng karena Maraknya Kasus Oknum Cemari Institusi
Berbagai kasus penyimpangan yang melibatkan oknum polisi menunjukkan bahwa institusi ini masih jauh dari nilai-nilai yang diwariskan Hoegeng.
Oleh: Kaharuddin
Eks Koordintor Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh
Indonesia (BEM SI)
TRIBUNNEWS.COM - Figur Jenderal Iman Santoso kerap dijadikan simbol integritas, kejujuran, dan dedikasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Namun, berbagai kasus penyimpangan yang melibatkan menunjukkan bahwa institusi ini masih jauh dari nilai-nilai yang diwariskan .
Sejumlah kasus yang mencoreng citra kepolisian terus bermunculan, mulai dari pelanggaran hukum, penyalahgunaan wewenang, hingga keterlibatan dalam tindak pidana serius seperti narkoba dan korupsi.
Terbaru, beberapa anggota kepolisian terlibat dalam skandal yang mengguncang kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Jenderal adalah teladan yang menjunjung tinggi kejujuran dan keberanian.
Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh oknum yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat.
Meskipun terdapat upaya reformasi dan peningkatan profesionalisme dalam institusi kepolisian, banyak pihak menilai bahwa perubahan yang diharapkan masih belum maksimal.
Proses penegakan hukum terhadap anggota kepolisian yang terbukti melanggar hukum pun seringkali dianggap kurang transparan dan tidak memberikan efek jera yang cukup kuat.
Menurut data yang tersedia, sepanjang tahun 2024, terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh personel kepolisian.
Di Polda Metro Jaya, misalnya, jumlah personel yang diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) meningkat sebesar 89 persen, dari 28 orang pada tahun 2023 menjadi 53 orang pada tahun 2024.
Baca juga:
Sementara itu, di Polres Lamandau, Kalimantan Tengah, sepanjang tahun 2024, terdapat 10 kasus pelanggaran yang melibatkan , termasuk kasus desersi, penyalahgunaan narkoba, kekerasan dalam rumah tangga, dan perselingkuhan.
Di Polres Paser, Kalimantan Timur, selama tahun 2024, tercatat 9 kasus pelanggaran oleh anggota kepolisian, yang terdiri dari dua kasus pelanggaran kode etik, satu kasus pidana terkait narkotika, dan enam kasus pelanggaran disiplin.
Kasus yang viral sepanjang tahun 2024 seperti polisi tembak polisi akibat bekingi tambang ilegal di Solok Selatan, tewasnya Afif Maulana diduga disiksa polisi dengan dalih tawuran, 18 polisi peras warga Malaysia di konser DWP Jakarta, terduga begal ditembak polisi di depan anak dan istri di lampung, dan lain sebagainya.
Fakta-fakta ini semakin menegaskan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mengembalikan marwah institusi dari praktik-praktik yang mencederai citra kepolisian.
Oleh karena itu, menolak adanya penghargaan "Hoegeng Awards" dan menuntut langkah tegas dari pimpinan untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar berkomitmen dalam menegakkan disiplin dan integritas di dalam tubuh kepolisian.
Tanpa adanya reformasi nyata dan ketegasan dalam menindak oknum bermasalah, Polri dinilai belum layak disamakan dengan figur legendaris seperti Hoegeng. (*)