Anggaran Pendidikan Dipangkas, Pemerintah Diingatkan Amanat Mandatory Spending 20 Persen

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai, pemangkasan anggaran pendidikan 2025 menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan Indonesia. JPPI khawatir pemangkasan itu bakal berdampak negatif bagi kemajuan...

Anggaran Pendidikan Dipangkas, Pemerintah Diingatkan Amanat Mandatory Spending 20 Persen

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai, pemangkasan 2025 menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan Indonesia. JPPI khawatir pemangkasan itu bakal berdampak negatif bagi kemajuan bangsa.

"Bagaimana tidak, di tengah berbagai persoalan krusial yang masih menghantui, pemerintah justru mengambil langkah yang berpotensi memperburuk kondisi pendidikan di Tanah Air," kata Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji kepada Republika, Kamis (13/3/2025).

JPPI mempertanyakan ini menimpa tiga kementerian utama terkait pendidikan yaitu Kemendikdasmen, Kemendiktisaintek, dan Kemenag. Ubaid mengingatkan kalau sampai mengurangi mandatory spending 20 persen, berarti pemerintah sudah melanggar pasal 31 UUD 1945.

"Jadi, mandatory spending 20 persen itu harusnya dipertahankan, bukan malah disunat sana-sini," ujar Ubaid.

Ubaid menyayangkan pemangkasan ini mengingat banyaknya tantangan sektor pendidikan. Ubaid menegaskan, pengurangan anggaran pendidikan akan membawa dampak luas dan serius bagi masa depan bangsa.

Pertama, Ubaid menyentil ancaman penurunan kualitas pendidikan. Anggaran yang terbatas akan berdampak pada kualitas guru yang rendah, fasilitas Pendidikan yang buruk dan sangat kurang, dan akses pada sumber belajar yang sangat terbatas.

"Hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas pendidikan secara keseluruhan," ucap Ubaid.

Kedua, bertambahnya angka putus sekolah. Sebab banyak siswa dari keluarga miskin dan kelompok rentan yang bergantung pada bantuan pemerintah untuk biaya pendidikan.

"Pengurangan anggaran dapat menyebabkan mereka putus sekolah karena tidak mampu lagi membayar biaya pendidikan," ujar Ubaid.

Ketiga, Ubaid menyinggung sulitnya akses pendidikan di daerah. Ubaid mengamati jumlah sekolah di kota saja masih sangat terbatas. Apalagi di daerah-daerah jauh dari perkotaan.

"Di kota, daya tampung sekolah negeri sangat minim, apalagi di daerah, wujud fasilitas gedung sekolah saja banyak yang tidak punya. Apalagi untuk jenjang sekolah menengah, sangat susah diakses di daerah," ujar Ubaid.

Keempat, Ubaid menduga bakal ada pemecatan guru honorer secara massal karena kebijakan ini pernah terjadi di tahun 2024.

"Jika anggaran pendidikan 2025 tambak cekak karena adanya pemangkasan, maka guru honorer ini rentan untuk dipecat karena status dan kekuatan hukum mereka sangatlah lemah," ujar Ubaid.

 

Loading...