DPRD Surabaya sebut belum ada pembicaraan soal utang Rp5,6 triliun dengan Pemkot
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko menyebut sampai dengan saat ini masih belum ada pembicaraan resmi dengan Pemkot Surabaya terkait rencana utang sebesar Rp5,6 triliun yang digunakan untuk sejumlah ...
Surabaya (ANTARA) - Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko menyebut sampai dengan saat ini masih belum ada pembicaraan resmi dengan Pemkot Surabaya terkait rencana utang sebesar Rp5,6 triliun yang digunakan untuk sejumlah pembangunan.
Yona Bagus di Surabaya, Selasa, menyoroti pentingnya skala prioritas dalam penggunaan dana utang. Pemkot Surabaya seharusnya memprioritaskan program-program yang langsung menyentuh kebutuhan dasar warga, seperti pendidikan dan kesehatan, daripada membiayai proyek infrastruktur yang dinilai lebih menguntungkan pengembang.
"Kalau berbicara tentang utang, skala prioritas harus jelas. Apa yang menjadi program prioritas. Salah satunya pendidikan dan kesehatan. Kalau itu kaitannya hanya untuk membangun akses-akses tertentu seperti Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB) dan Middle East Ring Road (MERR), ini harus dikaji lagi. Apakah ini benar-benar menguntungkan warga atau justru lebih menguntungkan pengembang," katanya.
Ia juga mengkritik dampak pembangunan MERR yang dinilai tidak serta merta memberikan manfaat langsung kepada warga. "Faktanya, ketika MERR dibangun, nilai tanah di sekitarnya melonjak tinggi. Pengembanglah yang diuntungkan, bukan warga kota," ujarnya.
Yona Bagus menegaskan bahwa DPRD Surabaya tidak pernah diajak berdiskusi terkait rencana utang tersebut.
"Pemkot jangan membuat statemen seolah-olah DPRD sudah menyetujui. Bagaimana kami menyetujui, wong selama ini kami tidak pernah diajak bicara sama sekali," ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa utang sebesar Rp5,6 triliun bukanlah jumlah yang kecil.
"Ini bukan uang receh untuk beli dawet. Ujung-ujungnya, beban utang ini akan dibebankan kepada warga kota," ujar Yona.
Lebih lanjut, Yona mengungkapkan kekhawatirannya terkait pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Surabaya yang minus Rp1,5 triliun pada tahun 2024.
"Tahun 2024 saja PAD tidak tercapai, bagaimana kita mau menambah hutang," katanya.
Ia menyarankan agar Pemkot Surabaya memaksimalkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sudah ada.
"Saya setuju untuk memaksimalkan pembangunan dengan memanfaatkan APBD yang sudah ada. Apakah program wali kota yang direncanakan untuk 5 tahun ke depan harus dipaksakan dengan pinjaman sebesar Rp5,6 triliun," kata dia.
Apalagi ada wacana program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sempat akan dianggarkan Rp1,1 triliun dari APBD ditanggung full APBN.
"Kalau MBG tidak jadi menggunakan APBD, maka kita punya ruang fiskal yang cukup lebar untuk dimanfaatkan tanpa harus mengambil hutang," ujarnya.
Yona juga mengingatkan bahwa Pemkot Surabaya masih memiliki hutang kepada vendor-vendor, termasuk di dinas cipta karya.
"Jangan sampai hutang baru ini malah membebani keuangan kota," tuturnya.
Meski memahami niatan baik Wali Kota Surabaya untuk memajukan kota, Yona menekankan pentingnya realistis dalam mengambil kebijakan.
"Kita paham niatan baik wali kota, tetapi kita juga harus realistis. Apakah dengan meminjam Rp5,6 triliun ini benar-benar menjadi solusi untuk masalah Kota Surabaya," katanya.
Ia menyarankan agar Pemkot Surabaya mencontoh kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
"Di semester awal, Pak Prabowo bisa efisiensi Rp300 triliun dengan memperketat beberapa pos anggaran. Kenapa ini tidak diduplikasi di pemerintah kota. Prioritaskan program-program yang punya skala prioritas tinggi," katanya.