MK: Perkara sengketa Pilkada Sultra tidak dapat diterima

Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa perkara sengketa Pilkada Sulawesi Tenggara 2024 yang dimohonkan oleh pasangan ...

MK: Perkara sengketa Pilkada Sultra tidak dapat diterima

Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa perkara sengketa Pilkada Sulawesi Tenggara 2024 yang dimohonkan oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 4 Tina Nur Alam dan La Ode Muh. Ihsan Taufik Ridwan dinyatakan tidak dapat diterima.

“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dismissal perkara Nomor 249/PHPU.GUB-XXIII/2025 di Ruang Sidang Gedung I MK, Jakarta, Selasa.

Perkara tersebut tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat ambang batas selisih suara untuk mengajukan gugatan sengketa pilkada, sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Berdasarkan ketentuan Pasal 158 UU Pilkada, jumlah selisih suara antara Tina-Ihsan dan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak, yakni pasangan nomor urut 2 Andi Sumangerukka-Hugua adalah paling banyak 22.194 suara. Angka itu didapat dari hasil 1,5 persen dikalikan 1.479.591 suara (total suara sah).

Hakim Konstitusi Arsul Sani saat membacakan pertimbangan hukum menyebutkan, perbedaan perolehan suara antara Tina-Ihsan dan Andi-Hugua telah melebihi ambang batas yang ditentukan. Tina-Ihsan memperoeh 308.373 suara, sementara Andi-Hugua memperoleh 775.183 suara, sehingga selisihnya mencapai 466.810 suara.

Di samping itu, Arsul mengatakan bahwa bukti-bukti yang diajukan Tina-Ihsan terlalu sumir untuk membenarkan dalil-dalil yang diajukan, khususnya terkait dalil perihal dugaan praktik politik uang oleh Andi-Hugua.

“Bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon tersebut tidak cukup meyakinkan Mahkamah terkait terjadinya pelanggaran berupa politik uang yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif sehingga dapat mempengaruhi perolehan hasil suara,” kata Arsul.

Selain itu, setelah mencermati bukti-bukti berupa keterangan saksi secara tertulis (afidavit) yang diajukan Tina-Ihsan, Mahkamah mendapati bahwa ternyata sebagian besar saksi dimaksud tidak pernah melaporkan dugaan praktik politik uang oleh Andi-Hugua kepada Bawaslu Sultra.

Di sisi lain, menurut Mahkamah, Tina-Ihsan juga tidak dapat menjelaskan keterkaitan tuduhan praktik politik uang dengan perolehan suara pasangan calon, termasuk perolehan suara Andi-Hugua.

Berdasarkan pertimbangan itu, MK berpendapat tidak terdapat alasan untuk mengenyampingkan ketentuan Pasal 158 UU Pilkada dalam mengadili perkara Tina-Ihsan sebagai syarat formil mengajukan gugatan.

Mahkamah, imbuh Arsul, juga tidak menemukan adanya kejadian khusus yang dapat dinilai telah mencederai penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sultra tahun 2024. Oleh karenanya, tidak ada relevansi untuk meneruskan perkara Tina-Ihsan pada persidangan lanjutan.

Diketahui bahwa Ihsan sempat mengajukan pencabutan perkara secara sepihak pada sidang perdana, Jumat (10/1). Ihsan mengajukan permohonan penarikan kembali permohonannya itu tanpa sepengetahuan Tina maupun kuasa hukum.

Terkait pencabutan gugatan secara sepihak oleh Ihsan, MK menyatakan hal itu tidak dapat dibenarkan. Menurut MK, pencabutan permohonan semestinya dilakukan melalui kuasa hukum atau setidak-tidaknya dikomunikasikan terlebih dahulu kepada kuasa hukum.

Baca juga:

Baca juga:

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025