Alih Fungsi Lahan di Lereng Gunung Kelud Diduga Sebabkan Banjir di Plosoklaten Kediri
Alih Fungsi Lahan di Lereng Gunung Kelud Diduga Sebabkan Banjir di Plosoklaten Kediri. ????Banjir bandang menerjang Plosoklaten, Kediri, diduga akibat alih fungsi lahan di lereng Gunung Kelud. Infrastruktur rusak, petani alami kerugian besar. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
Kediri (beritajatim.com) – Banjir bandang menerjang kawasan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, pada Rabu (29/1/2025) lalu, diduga akibat alih fungsi lahan di lereng Gunung Kelud. Sejumlah desa terdampak akibat derasnya air yang menggerus pondasi jalan dan lahan pertanian.
Anggota DPRD Jawa Timur, Khusnul Arif atau yang akrab disapa Mas Pipin, menyampaikan keprihatinannya atas musibah ini. “Saya menduga bahwa banjir kali ini salah satu penyebab utamanya adanya alih fungsi lahan yang ada di lereng Gunung Kelud,” ujarnya, pada Selasa (4/2/2025).
Mas Pipin menekankan pentingnya menjaga ekosistem alam di kawasan tersebut agar kejadian serupa tidak terulang. “Kami mendorong pihak terkait untuk memastikan bisa menjaga ekosistem alami yang ada di kawasan lereng Gunung Kelud,” tambahnya.
Banjir tersebut juga menyebabkan infrastruktur rusak, termasuk jalan penghubung antar desa. “Banjir kali ini juga memutus akses jalan penghubung Desa Trisula dengan Desa Sepawon Kecamatan Plosoklaten. Dan hal sama juga beberapa desa merusak pondasi jalan yang berada di kelokan sungai yang tergerus air hingga ambrol,” jelasnya.
Sebagai Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Timur, Mas Pipin mengapresiasi langkah cepat Dinas PUPR Kabupaten Kediri yang segera berkoordinasi dengan pemangku wilayah, termasuk PTPN XII Ngrangkah Sepawon.
“Semoga hasil dari koordinasi tersebut diharapkan bisa cepat membuahkan keputusan yang tepat, sehingga banjir seperti ini tidak terulang kembali,” harapnya.
Ia juga menyoroti perlunya perhatian dari Pemkab Kediri, pemerintah provinsi, dan PTPN XII Ngrangkah Sepawon untuk memperkuat sistem pengelolaan lahan dan mitigasi bencana di kawasan Gunung Kelud.
“Mengatasi permasalahan banjir ini harus dilakukan secara menyeluruh dari hulu ke hilir, dan harus komprehensif serta terintegrasi,” tegasnya.
“Tidak bisa sepotong-sepotong dari hulu kaitannya dengan potensi terjadinya penggundulan dan adanya penambangan pasir. Serta adanya perubahan fungsi dari sebuah ekosistem alam,” lanjutnya.
Petani Alami Kerugian Besar
Banjir bandang ini juga berdampak besar bagi para petani, khususnya petani nanas di Dusun Rejomulyo, Desa Trisulo. Mereka mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah akibat puluhan hektar lahan pertanian rusak diterjang banjir.
Sukadi (54), salah satu petani terdampak, mengungkapkan bahwa ia mengalami kerugian sekitar Rp500 juta. Saat ditanya mengenai luas lahan yang terdampak, ia menjawab, “Puluhan hektar, mas.”
Menurut Sukadi, banjir ini bukan pertama kalinya terjadi dan diduga kuat akibat perubahan fungsi lahan. “Insya Allah di Sepawon, dulu tanaman keras, sekarang diambil alih tanaman tebu dan nanas,” katanya, pada Jumat (31/1/2025) lalu.
Ia juga menyebut bahwa para petani belum melakukan koordinasi untuk mencari solusi bersama. “Harapannya begitu, mas, tetapi belum berembuk,” ujarnya.
Selain merusak lahan pertanian, banjir juga memutus akses jalan utama yang menghubungkan Desa Wonorejo, Trisulo, dengan Sepawon, Plosoklaten. Pondasi jalan di kelokan sungai ambrol akibat tergerus air, menyebabkan jalan terputus sepanjang 15 meter dengan lebar 4 meter dan tinggi 3 meter. [nm/kun]