Negara dan organisasi Arab terus menolak rencana Trump terhadap Gaza

Negara-negara dan organisasi Arab terus menyatakan penolakan tegas terhadap rencana Presiden Amerika Serikat Donald ...

Negara dan organisasi Arab terus menolak rencana Trump terhadap Gaza

Istanbul (ANTARA) - Negara-negara dan organisasi Arab terus menyatakan penolakan tegas terhadap rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi warga Palestina.

Mesir, Aljazair, Irak, Libya, dan kelompok Palestina Hamas mengeluarkan pernyataan pada Kamis (6/2) sebagai bentuk penolakan.

Penolakan itu mengikuti sikap serupa yang sebelumnya telah disampaikan oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, dan Oman, serta beberapa organisasi regional dan internasional, termasuk Liga Arab dan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).

Pada Kamis, Trump mengeklaim bahwa warga Palestina akan memiliki "kehidupan yang lebih baik" di bawah rencananya, dengan menyatakan bahwa mereka akan menetap di "komunitas yang lebih aman dan indah dengan rumah-rumah modern."

Ia juga mengatakan bahwa AS akan bekerja sama dengan tim pengembang untuk membangun "salah satu proyek terbesar di bidangnya."

Sebelumnya pada hari yang sama, Trump mengeklaim bahwa warga Palestina akan memiliki “kesempatan untuk bahagia, aman, dan bebas” melalui skema relokasi yang ia usulkan.

Ia menambahkan bahwa mereka “seharusnya sudah dipindahkan ke komunitas yang jauh lebih aman dan lebih indah, dengan rumah baru yang modern, di kawasan tersebut.”

Pada Selasa, dalam konferensi pers bersama Pemimpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyatakan bahwa AS akan “mengambil alih” Gaza dan merelokasi warga Palestina ke tempat lain dalam sebuah rencana pembangunan kembali besar-besaran, yang menurutnya dapat mengubah Gaza menjadi “Riviera di Timur Tengah.”

Menanggapi rencana Trump, Mesir dengan tegas menolak setiap usulan “yang bertujuan melenyapkan perjuangan Palestina dengan mencabut hak warga Palestina atau merelokasi mereka dari tanah historisnya, baik secara sementara maupun permanen.”

Raja Abdullah II dari Yordania kembali menegaskan dalam panggilan telepon dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bahwa Yordania menolak segala upaya untuk mencaplok tanah Palestina atau merelokasi warga Gaza dan Tepi Barat.

Kementerian Luar Negeri Kuwait menegaskan dukungannya terhadap hak Palestina untuk mendirikan negara merdeka, sekaligus mengutuk kebijakan permukiman Israel dan pemindahan paksa warga Palestina.

Aljazair mengecam setiap rencana untuk mengusir warga Gaza, dengan memperingatkan bahwa skema semacam itu “mengancam inti perjuangan nasional Palestina.”

Baik Irak maupun Libya menyatakan penolakan keras terhadap setiap usulan atau upaya pemindahan paksa warga Palestina, serta menyerukan komunitas internasional untuk mengambil sikap tegas terhadap tindakan itu.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut rencana Trump sebagai pelanggaran hukum internasional, menegaskan bahwa Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari Palestina, dan menolak keputusan pihak asing atas masa depan rakyat Palestina.

Hamas juga mengecam pernyataan Trump. Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menyerukan pertemuan darurat negara-negara Arab untuk menolak proyek pemindahan paksa tersebut, serta memperingatkan bahwa AS pada dasarnya berupaya menduduki Gaza.

Arab Saudi kembali menegaskan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina, sementara Uni Emirat Arab juga mengecam upaya pemindahan paksa, serta menyerukan solusi yang adil bagi konflik Israel-Palestina.

Liga Arab dan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) menegaskan komitmen mereka terhadap perjuangan Palestina dan menolak setiap rencana relokasi paksa warga Palestina.

Gerakan Houthi di Yaman juga mengecam pernyataan Trump sebagai serangan terang-terangan terhadap hak-hak rakyat Palestina serta penghinaan terhadap dunia Arab dan Muslim.

Kesepakatan gencatan senjata di Gaza mulai berlaku pada 19 Januari, menghentikan perang genosida Israel yang telah menewaskan hampir 47.600 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta menghancurkan wilayah tersebut.

Pada November tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait agresinya di Gaza.

Sumber: Anadolu

Baca juga:

Baca juga:

Penerjemah: Primayanti
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2025