DBS Alokasikan Rp 100 Miliar Lebih untuk Tingkatkan Kualitas Petani
Bank DBS Indonesia mengalokasikan dana lebih dari Rp 100 miliar untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat rentan di Indonesia termasuk perempuan, petani kecil, kaum muda.
Bank DBS Indonesia mengalokasikan dana lebih dari Rp 100 miliar untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat rentan di Indonesia termasuk perempuan, petani kecil, kaum muda, dan penyandang disabilitas.
Presiden Direktur Bank DBS Indonesia Lim Chu Chong mengatakan alokasi dana ini merupakan realisasi dari komitmen DBS Group untuk mengalokasikan dana sebesar 1 miliar dolar Singapura selama 10 tahun ke depan. Sebagaimana diketahui, DBS Group tidak hanya berfokus pada nasabah namun berkontribusi dan memberikan dampak pada bisnis, lingkungan, serta komunitas.
"Ini meningkatkan agenda keberlanjutan dan menciptakan dampak yang bermakna untuk masa depan generasi Indonesia yang lebih baik,” kata Lim Chu Chong dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (23/1).
Lim Chu Chong menjabarkan kerja sama strategis dengan tiga mitra di tahun 2025 ini secara khusus dirancang untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat rentan di berbagai wilayah.
Salah satunya yaitu program FEAST atau Flores Empowerment for Agricultural Sustainability and Transformation bersama Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial periode 2025 sampai 2028 alias tiga tahun untuk meningkatkan kapasitas petani skala kecil dalam menerapkan sistem pertanian yang berkelanjutan.
Selain itu, program ini bertujuan untuk meningkatkan status nutrisi petani dan keluarganya melalui peran kepemimpinan perempuan dalam diversifikasi pangan dan ketahanan pangan keluarga.
"Penerima manfaat adalah sekitar 28.000 petani skala kecil (terdiri dari 50% perempuan) dan keluarga petani," sebutnya.
Grup DBS menjelaskan berdasarkan data dariKementerian Sosial tahun 2022, Indeks Inklusivitas Indonesia tercatat rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Filipina, Vietnam, Singapura, dan Thailand. Indonesia berada di peringkat 125 secara global dalam indeks tersebut, yang mencerminkan masih adanya kesenjangan besar dalam akses terhadap pendidikan, peluang ekonomi, hingga layanan keuangan.
Kondisi ketimpangan ini semakin terasa di Indonesia Timur. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa tingkat kerawanan pangan di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 14,68% jauh di atas rata-rata nasional sebesar 4,5%.
Selain tantangan iklim, wilayah ini menghadapi keterbatasan infrastruktur, kurangnya akses dan pengetahuan tentang pangan bergizi, serta tingginya kesenjangan ekonomi.