Menbud: Penguatan kapasitas masyarakat adat butuh pendekatan per kasus

Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengatakan peningkatan kapasitas masyarakat adat agar bisa bersaing dengan ...

Menbud: Penguatan kapasitas masyarakat adat butuh pendekatan per kasus

Jakarta (ANTARA) - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengatakan peningkatan kapasitas masyarakat adat agar bisa bersaing dengan masyarakat pada umumnya dapat dilakukan melalui pendekatan khusus per kasus agar tepat sasaran.

“Ada keinginan untuk memperkuat masyarakat adat bisa berintegrasi, berkompetisi dengan masyarakat pada umumnya tapi di sisi lain justru tidak mau dan ingin tetap terisolasi dan merasa terancam dengan teknologi dan informasi jadi pendekatannya harus satu per satu, kasuistik, taylor made (berdasarkan kasus/khusus),” ujar Fadli Zon dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.

Hal tersebut, kata dia, ada anggapan bagi masyarakat adat tertentu yang justru tidak ingin berkembang dengan memanfaatkan teknologi masa kini karena ingin tetap memegang teguh adat istiadat.

Baca juga:

Menurutnya untuk hal ini, pemerintah tidak bis mengeluarkan kebijakan yang serentak atau secara umum, melainkan harus menghadirkan kebijakan yang tergantung dengan situasi kondisi.

“Tidak bisa menjadi satu kebijakan yang one size fit all begitu ya mungkin kebijakan itu harus satu per satu kita melihat dan ini yang sudah kita sampaikan kepada direktorat untuk penghayat kepercayaan masyarakat adat,” ujarnya pula.

Terkait penghayat kepercayaan atau penganut kepercayaan, diakuinya ada cukup banyak juga aliran-aliran yang ada yang telah coba dijalin untuk menyamakan persepsi, namun karena memiliki aliran yang berbeda dengan agama yang lebih terstruktur maka sekali lagi membutuhkan pendekatan yang berbeda.

Hal tersebut ia lontarkan menanggapi pernyataan anggota Komisi X DPR RI Mercy Chriesty Barends yang menyoroti berbagai persoalan di daerah transmigrasi, terutama benturan kepentingan antara pendatang dan masyarakat adat setempat. Menurutnya, sebelum menjalankan program transmigrasi, perlu ada mediasi antara kedua kelompok agar tidak terjadi konflik sosial dan ketimpangan ekonomi.

Baca juga:

“Banyak penduduk asli tidak diberikan pelatihan yang memadai untuk bersaing, sehingga mereka kalah dengan pendatang yang memiliki keterampilan tertentu,” ujarnya.

Mercy menjelaskan bahwa benturan kepentingan ini kerap menjadi alasan penolakan program transmigrasi di sejumlah daerah. Transmigrasi dianggap dapat menjadikan masyarakat adat sebagai kelompok minoritas dan mengancam keberlangsungan budaya mereka.

Ia menambahkan, revitalisasi budaya adat akan membantu masyarakat asli bersaing dengan pendatang tanpa harus meninggalkan tradisi dan hukum adat yang berlaku.

“Masyarakat adat di Banten, misalnya, memiliki kebiasaan membawa anak perempuan yang baru menstruasi dan ibu hamil ke dalam hutan. Ini contoh masyarakat yang belum tersentuh program revitalisasi budaya. Saya sampaikan bahwa perhatian pemerintah tidak cukup hanya dengan memberikan alat musik atau bantuan seremonial,” tegasnya.

Baca juga:

Baca juga:

Baca juga:

Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025