Pengamat Kritisi Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP: Bisa Ganggu Check and Balances Antar Penegak Hukum
Haidar bicara soal Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP merupakan legalisasi penyimpangan kewenangan jaksa yang terjadi selama ini.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Institute (HAI), R menilai, Revisi dan merupakan legalisasi penyimpangan kewenangan jaksa yang terjadi selama ini.
Ia menjelaskan bahwa secara jelas telah mengatur diferensiasi fungsional atau pembagian tugas dan kewenangan antar aparat .
Fungsi penyelidikan dan penyidikan diamanahkan kepada Polri dan PPNS. Sedangkan fungsi penuntutan dipercayakan kepada Kejaksaan.
"Akan tetapi pada praktiknya jaksa juga menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan. Padahal, baik dalam , UU Tipikor dan lex spesialis tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan jaksa sebagai penyidik, melainkan sebagai penuntut umum," kata R , Rabu (5/2/2025) malam.
"Penyimpangan kewenangan seperti inilah yang ingin dilegalisasi melalui Revisi dan dengan kedok asas dominus litis," jelas R .
Ia mengakui memberi kewenangan kepada jaksa menjadi penyidik tindak pidana tertentu.
Jika jaksa sebagai penyidik tindak pidana tertentu berarti jaksa sebagai PPNS. PPNS dalam melaksanakan tugasnya diawasi serta harus berkoordinasi dengan penyidik kepolisian.
"Namun faktanya, apakah jaksa sebagai PPNS sudah melakukan koordinasi dengan Polri sebagai Korwas PPNS dalam melakukan penyidikan seperti yang diamanahkan ?" Tanya R .
Selain itu, penyidik yang dikenal dalam yaitu Polri dan PPNS harus mengikuti dan lulus diklat di bidang penyidikan yang diselenggarakan oleh Polri untuk mendapatkan sertifikasi.
"Dan setiap orang yang diperiksa, berhak menanyakan itu. Pertanyaannya, apakah jaksa punya?" ungkap R .
Kemudian, dalam SPDP dimulainya penyidikan, penyidik harus memberi tahu jaksa paling lambat dalam waktu tujuh hari.
"Lantas kalau jaksa naik sidik sendiri, kepada siapa jaksa memberi SPDP-nya? Sambung R .
Ia khawatir, jika kejaksaan diberikan kewenangan penuh dalam perkara pidana melalui asas dominus litis, maka koordinasi horizontal dan saling mengawasi antarpenegak hukum tidak berjalan dengan baik.
"Monopoli perkara itu mengganggu checks and balances sehingga rawan disalahgunakan. Entah oleh oknum internal kejaksaan, tekanan politik, korupsi atau kasus-kasus yang menyangkut kepentingan elite," tutur R .
Oleh karena itu, patut dipertanyakan motivasi apa yang ada di balik Revisi dan .
Apakah murni untuk penegakan hukum yang lebih baik atau justru hanya untuk melindungi kepentingan tertentu.
"Karena revisi tersebut memungkinkan jaksa melakukan penyelidikan dan penyidikan sendiri, mengintervensi penyidikan Polri, menentukan kapan suatu perkara naik lidik dan sidik, kapan suatu perkara dilanjutkan atau dihentikan. Bahkan menentukan sah atau tidaknya penangkapan dan penyitaan yang menjadi kewenangan kehakiman," papar R .
Dirinya meminta masyarakat untuk mempelototi atau mengawasi Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP agar jangan sampai dijadikan alat abuse of power yang bakal menodai pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Baca juga:
"Revisi dan itu kan usulan DPR, bukan pemerintah. DPR adalah pengawas pemerintah dan lembaga eksekutif. Mereka pengawas yang harus diawasi. Rakyatlah yang bisa menjadi pengawas terbaik bagi DPR," tuntas R .